SAIBETIK– Suasana haru dan keprihatinan menyelimuti kawasan Register 45, Pemukiman Karya Jaya, Sungai Buaya, Kabupaten Mesuji, Senin (20/10/2025). Wakil Gubernur Lampung, Jihan Nurlela, turun langsung ke lapangan untuk melihat kondisi sebuah keluarga pra-sejahtera yang tersandung kasus hukum setelah sang ibu diduga merantai anaknya di rumah.
Kasus ini sempat menggemparkan publik dan menimbulkan perdebatan di media sosial. Banyak yang mengecam tindakan sang ibu, namun setelah ditelusuri lebih dalam, terungkap bahwa peristiwa ini tidak sesederhana dugaan publik. Di balik tindakan ekstrem itu, tersimpan kisah pilu tentang perjuangan hidup dalam kemiskinan, keterbatasan ekonomi, dan tekanan psikologis seorang ibu yang berjuang sendirian mengasuh dua anaknya di tengah keterbatasan.
Keluarga ini kini mendapat perhatian serius dari Pemerintah Provinsi Lampung dan Pemerintah Kabupaten Mesuji. Menurut Wakil Gubernur Jihan, persoalan ini tidak bisa dipandang hanya dari aspek hukum semata. Ada dimensi sosial, psikologis, kesehatan, hingga ekonomi yang harus ditangani secara bersamaan agar keluarga tersebut benar-benar bisa pulih.
“Ini bukan hanya soal hukum. Ini soal kemanusiaan. Kita harus memahami konteks di balik tindakan sang ibu, karena mereka hidup dalam kondisi serba terbatas dan sangat membutuhkan bantuan,” ujar Jihan di lokasi, usai berdialog langsung dengan keluarga tersebut.
Kisah Nyata di Balik Tindakan Sang Ibu
Dari hasil penelusuran, keluarga ini hidup dalam kondisi serba kekurangan. Sang ayah bekerja sebagai buruh tani harian lepas yang harus meninggalkan rumah sejak pagi hingga sore, sementara sang ibu mengurus dua anak mereka: S (6 tahun) dan T (2 tahun). Anak bungsu, T, menderita penyakit jantung bawaan dan labiopalatoskizis atau bibir sumbing. Kondisi ini membuatnya harus menjalani pemeriksaan rutin setiap bulan di rumah sakit.
Karena tidak memiliki kendaraan layak, sang ibu hanya mengandalkan sepeda motor tua untuk membawa T berobat. Namun, ia terpaksa meninggalkan S di rumah karena tidak mampu membawa dua anak sekaligus. Demi menjaga agar S tidak bermain di sungai atau jalan raya, ia mengikat anaknya dengan rantai—tindakan yang akhirnya menjerumuskannya dalam kasus hukum.
Menurut Jihan, keputusan tersebut memang salah dari sisi tindakan, tetapi harus dipahami sebagai refleksi dari situasi yang sangat sulit. “Kita tidak bisa menilai ibu ini hanya dari satu sisi. Ia mengambil keputusan yang salah karena tidak memiliki pilihan lain. Di sinilah negara harus hadir,” katanya dengan nada prihatin.
Langkah Cepat Pemerintah: Pendampingan Medis, Psikologis, dan Ekonomi
Usai menerima laporan, Pemprov Lampung bergerak cepat melakukan koordinasi lintas sektor. Jihan Nurlela memimpin langsung tim pendampingan yang terdiri dari dinas sosial, tenaga medis, dan psikolog. Pemerintah juga menyiapkan bantuan untuk intervensi gizi, pemeriksaan kesehatan anak, serta pemulihan psikologis bagi ibu dan kedua anak tersebut.
Pihak rumah sakit telah diminta untuk menjemput langsung anak-anak guna menjalani pemeriksaan medis lanjutan. Dokter akan melakukan asesmen terhadap kondisi S dan T, serta menyiapkan rencana tindakan medis, termasuk operasi untuk penyakit bawaan yang diderita T.
“Insya Allah, besok dokter akan datang menjemput mereka. Pemerintah menjamin seluruh proses pengobatan T akan ditangani dengan baik, termasuk pemulihan stunting yang dialaminya,” ungkap Jihan.
Selain aspek kesehatan, pemerintah daerah juga menyiapkan bantuan sosial dan program pemberdayaan ekonomi untuk keluarga ini agar mereka bisa mandiri secara perlahan. Dinas Sosial Lampung telah melakukan pendataan dan memastikan keluarga tersebut masuk dalam kategori desil 1, yaitu kelompok masyarakat miskin ekstrem yang membutuhkan penanganan prioritas.
Upaya Menyeluruh untuk Menyentuh Akar Masalah
Wagub Jihan menegaskan bahwa kasus ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak. Ia menyoroti bahwa masalah sosial seperti ini tidak akan pernah selesai jika hanya dilihat dari satu perspektif. Menurutnya, kemiskinan, kesehatan, dan pendidikan anak merupakan persoalan yang saling berkaitan dan harus diatasi secara terpadu.
“Kita tidak bisa menyelesaikan masalah hukum tanpa menyentuh akar kemiskinan. Kita juga tidak bisa bicara soal ekonomi tanpa memperhatikan kondisi psikologis keluarga. Semua ini harus ditangani bersamaan,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa Pemprov Lampung bersama Pemkab Mesuji berkomitmen untuk memantau perkembangan keluarga ini hingga mereka benar-benar bisa keluar dari krisis. Pemerintah juga akan memperkuat sistem deteksi dini dan pendampingan sosial agar kasus serupa tidak terulang di daerah lain.
“Ini adalah tanggung jawab kita bersama. Pemerintah harus hadir bukan hanya untuk menghukum, tapi juga untuk memulihkan. Setiap anak berhak tumbuh dalam lingkungan yang aman, sehat, dan penuh kasih sayang,” tutup Jihan dengan tegas.
Kisah ini menjadi cerminan nyata bahwa di balik setiap kasus sosial, ada cerita kemanusiaan yang harus diselami dengan empati. Tindakan cepat dan kepedulian pemerintah menjadi bukti nyata bahwa negara tidak tinggal diam dalam menghadapi persoalan rakyat kecil yang sering kali terpinggirkan.***