SAIBETIK- Insiden yang melibatkan SMA Siger Bandar Lampung kembali mencuri perhatian publik. Di tengah minimnya pihak yang berani bersuara, muncul sosok Abdullah Sani yang kini menjadi tumpuan harapan masyarakat. Selama ini, hanya segelintir LSM dan ormas seperti Ormas Ladam dan Laskar Lampung yang berani menyoroti skandal pengelolaan sekolah tersebut. Kini, kehadiran Sani memberikan angin segar sekaligus tekanan moral bagi pemangku kepentingan untuk membuka tabir misteri yang selama ini membungkus SMA Siger.
Abdullah Sani resmi melaporkan pihak SMA Siger ke Polda Lampung pada Rabu, 26 November 2025. Langkah ini bukan sekadar respons spontan, melainkan bentuk kepedulian yang didasari rekam jejak panjangnya sebagai penggerak publik dan tokoh partai pemenang pemilu. Keberaniannya menunjukkan bahwa ada figur yang sungguh-sungguh memperjuangkan kepentingan masyarakat, terutama dalam sektor pendidikan yang sangat vital.
SMA Siger selama ini disorot karena beroperasi tanpa izin resmi dari DPMPTSP maupun Disdikbud Provinsi Lampung. Selain itu, sekolah ini menggunakan aset pemerintah kota untuk menjalankan operasionalnya. Praktisi hukum Hendri Adriansyah menilai tindakan tersebut dapat terjerat pidana penggelapan dan penadahan aset negara, terutama karena pemilik sekolah bukan pihak yang kekurangan secara ekonomi. Salah satu pemiliknya, Eka Afriana, disebut memiliki kekayaan mencapai 40 miliar rupiah, sementara pemilik lainnya adalah Plt Sekda Bandar Lampung, Khaidarmansyah. Dengan kondisi tersebut, publik mempertanyakan alasan pemerintah kota meminjamkan aset negara kepada pihak yang secara finansial sangat mampu.
Proses klarifikasi pun menjadi persoalan. Plh Kepala Sekolah SMA Siger tidak kunjung merespons permintaan klarifikasi, baik secara langsung maupun melalui komunikasi cepat. Hal serupa terjadi pada Satria Utama, Plt Kasubag Aset dan Keuangan Disdikbud sekaligus sekretaris yayasan sekolah tersebut. Ketidakhadiran dan ketertutupan kedua pihak ini memunculkan kecurigaan adanya upaya menghindari transparansi.
Kehadiran Abdullah Sani di Bandar Lampung membawa dampak signifikan. Sebelumnya disibukkan dengan penyelesaian sengketa tanah di Jakarta, Sani kini memusatkan perhatian pada kasus SMA Siger yang berlarut-larut di meja birokrasi, Komisi 5 DPRD Provinsi Lampung, dan Komisi 4 DPRD Kota Bandar Lampung. Ia menemukan indikasi perbuatan salah terhadap anak yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Temuan ini mempertegas bahwa persoalan SMA Siger bukan hanya terkait perizinan dan aset, tetapi juga potensi pelanggaran serius terhadap hak-hak peserta didik.
Sani menegaskan bahwa ia akan mendorong Disdikbud Provinsi Lampung untuk segera menutup sekolah yang beroperasi tanpa dasar hukum tersebut. Ia tidak ingin para siswa menjadi korban, baik dari sisi legalitas pendidikan maupun potensi perundungan akibat tindakan keliru dari pihak yayasan. Masalah semakin serius karena SMA Siger tidak terdaftar dalam Dapodik, dan tidak diakui oleh DPMPTSP serta Disdikbud. Artinya, ijazah dan masa belajar para peserta didik terancam tidak diakui secara legal.
Selain upaya penutupan sekolah ilegal, Sani berencana menggandeng Unit atau Komisi Perlindungan Anak untuk bekerja sama dengan Dinas Pendidikan. Tujuannya adalah mencegah isu pelanggaran hak-hak anak ini meluas ke ranah nasional dan internasional, yang dapat mencoreng citra Indonesia sebagai negara yang rawan kasus eksploitasi dan kelalaian terhadap anak. Hal ini penting mengingat aktor yang terlibat justru berasal dari jajaran eksekutif dan legislatif pemerintahan.
Kasus SMA Siger kini berada di titik kritis. Masyarakat berharap proses penyelidikan yang dilakukan Polda Lampung berjalan transparan, akuntabel, dan cepat. Mereka pun menanti langkah lanjutan dari pemerintah daerah untuk memastikan sistem pendidikan di Bandar Lampung berjalan sesuai aturan dan bebas dari praktik-praktik penyalahgunaan kekuasaan.
Semoga proses hukum ini menjadi titik terang bagi pembenahan tata kelola pendidikan dan mendorong lahirnya kepedulian lebih besar dari para pengambil kebijakan. Langkah Abdullah Sani menjadi bukti bahwa masih ada tokoh yang berani berdiri di garis depan demi tegaknya keadilan dan perlindungan bagi generasi muda.***










