SAIBETIK- Buku biografi Sudirman Ail karya Koesworo Setiawan memang sudah lawas, tetapi relevansi pesan dan kisah yang disampaikan tetap menembus waktu. Prof. Dr. Farouk Muhammad menulis kata pengantar yang menekankan pentingnya buku ini sebagai referensi biografi tokoh inspiratif dari Lampung. Buku ini merupakan cetakan kedua yang telah direvisi, menandakan antusiasme pembaca yang tinggi serta keberlanjutan minat publik terhadap sosok Sudirman Ail.
Awalnya, judul buku ini menimbulkan persepsi bahwa kisahnya akan terfokus pada pahlawan nasional atau figur yang terkait dengan Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, yang pernah menetap di Bengkulu. Bengkulu sendiri dikenal dengan bunga Raflesia, simbol kebanggaan dan ikon sejarah daerah tersebut. Dalam pengantar bab pertama, penulis menyajikan latar sejarah Bengkulu secara ringkas namun padat, memberikan pembaca pemahaman kontekstual tentang kota yang menjadi latar awal kehidupan Sudirman Ail. Penjelasan ini sangat penting terutama bagi pembaca yang kurang familiar dengan sejarah lokal dan akar budaya daerah tersebut.
Salah satu bagian yang menarik adalah pembahasan silsilah Sudirman Ail yang detail, lengkap dengan asal-usul keluarga dan akar budaya yang membentuk karakter tokoh ini. Meski urutannya agak tidak linear—penulis menempatkan silsilah keluarga di akhir pembahasan—hal ini justru memberikan efek penasaran bagi pembaca, mendorong mereka terus membaca hingga menemukan seluruh informasi penting. Strategi ini bisa disebut sebagai teknik naratif untuk mempertahankan ketertarikan pembaca.
Sudirman Ail digambarkan sebagai sosok yang gemar membaca dan menghargai pendidikan, suatu hal yang jarang ditemui bagi seorang aparat kepolisian yang bersedia membuka data pribadi untuk biografi yang akan dibaca publik. Lampiran foto-foto keluarga, termasuk momen bersama istri, anak-anak, dan kakak-beradik, menunjukkan sisi humanis Sudirman Ail sebagai seorang family man yang mencintai keluarganya secara tulus. Penulis juga menyertakan nama-nama anggota keluarga secara lengkap, menegaskan nilai kebersamaan dan akar keluarga yang kuat dalam kehidupan tokoh ini.
Kehidupan Sudirman Ail sebagai sosok polisi juga dipaparkan dengan sentuhan sastra. Doa dan harapan orang tua yang ingin anaknya menjadi panglima perang atau tokoh penting dalam perjuangan bangsa, menghadirkan nuansa emosional yang mengharu biru. Pesan moral dan petuah yang diberikan orang tua, seperti “Makanlah sebelum lapar, berhentilah sebelum kenyang,” menjadi pedoman hidup yang diaplikasikan Sudirman Ail dengan disiplin, menunjukkan integritas dan konsistensi karakter.
Lebih dari sekadar kisah biografi, buku ini menyajikan Sudirman Ail sebagai pribadi yang terbuka dan ramah. Ia senang rumahnya dipenuhi pemuda-pemudi, baik sekadar bermain maupun menginap, dan menjamu tamu dengan ikhlas. Nilai kemanusiaan ini mencerminkan semangat “memanusiakan manusia,” memberikan pelajaran moral bagi pembaca agar menjaga etika sosial dan empati dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks sastra, buku ini ditulis dengan nuansa naratif yang mengalir, sehingga mudah dibaca meskipun berisi kisah nyata dan sejarah panjang. Pembaca dapat menangkap pesan penting tentang ketekunan, kegigihan, dan perjuangan seorang individu dalam mencapai cita-cita, termasuk perjalanan Sudirman Ail menempuh pendidikan kepolisian meski menghadapi berbagai rintangan.
Bagian testimoni di akhir buku menghadirkan komentar dari sejumlah tokoh publik dan figur penting, yang menegaskan kredibilitas Sudirman Ail serta kontribusinya di kancah lokal dan nasional. Testimoni ini bukan sekadar mengulas buku, tetapi lebih menyoroti karakter, dedikasi, dan pengaruh Sudirman Ail, membuka wawasan pembaca tentang sosoknya dalam konteks Bumi Raflesia dan peranannya di masyarakat.
Secara keseluruhan, biografi Sudirman Ail tidak hanya menceritakan kehidupan seorang polisi yang berdedikasi, tetapi juga memberikan refleksi moral, sejarah, dan budaya lokal. Buku ini menjadi penting bagi siapa pun yang ingin memahami bagaimana nilai keluarga, pendidikan, dan integritas membentuk karakter seseorang yang mampu berkontribusi nyata bagi bangsa. Kisah ini juga menegaskan bahwa di balik jabatan dan prestasi, terdapat sisi humanis yang menginspirasi dan membumi.***







