SAIBETIK– Polemik pendidikan kembali mencuat di Lampung. Sekolah Siger, proyek ambisius Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana, dipastikan tidak masuk daftar undangan resmi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Lampung terkait rapat koordinasi teknis penerimaan peserta didik baru tahun ajaran 2026/2027.
Surat edaran yang dikeluarkan Disdikbud pada Selasa, 16 September 2025, seharusnya ditujukan kepada seluruh kepala sekolah SMA dan SMK swasta. Namun, nama SMA Siger tidak tercantum dalam daftar penerima undangan. Alasannya cukup mengejutkan: sekolah tersebut dinilai belum memiliki izin resmi alias ilegal.
Kepala Disdikbud Lampung, Thomas Amirico, menegaskan pihaknya tidak bisa mengakomodasi sekolah yang status hukumnya belum jelas. “Enggak, kan mereka belum urus izin sampai hari ini,” ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu, 17 September 2025.
Thomas juga menambahkan agar pihak pengelola segera melengkapi legalitas. Tanpa dokumen izin yang sah, SMA Siger berpotensi mengancam masa depan siswa yang sudah terlanjur mendaftar. “Sarankan saja mereka segera mengurus izin,” tegasnya.
Lebih parah lagi, sekolah yang digadang-gadang Eva Dwiana sebagai inovasi pendidikan dengan memanfaatkan gedung terminal panjang itu ternyata belum terdaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Kondisi ini membuat ijazah siswa nantinya terancam tidak diakui secara formal. Jika dibiarkan, ratusan anak bisa menjadi “korban kebijakan” yang tidak berpihak pada aturan.
Publik pun mulai mempertanyakan transparansi pengelolaan SMA Siger. Identitas pengurus yayasan hingga kini misterius. Guru-guru di sekolah tersebut enggan membeberkan siapa ketua atau pengurus resmi yayasan. Bahkan, nomor kontak Pelaksana Harian (Plh) kepala sekolah Siger 1 maupun 2 yang disebut berasal dari SMPN 38 dan SMPN 44 Bandar Lampung, juga tidak berani dibagikan. Hal ini membuat masyarakat menyebutnya sebagai “SMA Hantu” karena kehadirannya samar dan penuh tanda tanya.
Sementara itu, Pemkot Bandar Lampung belum memberikan keterangan resmi terkait persoalan ini. Namun, desakan publik semakin kuat agar pemerintah kota segera membuka kejelasan status hukum SMA Siger. Banyak pihak menilai proyek sekolah ini tidak boleh hanya sekadar pencitraan politik tanpa memikirkan nasib generasi muda.
Dengan polemik yang kian memanas, publik kini menunggu langkah tegas Disdikbud Lampung. Apakah SMA Siger akan diberi kesempatan memperbaiki legalitasnya, atau justru harus ditutup demi menyelamatkan masa depan anak-anak Lampung?***