SAIBETIK– Kontroversi seputar SMA swasta Siger kembali memunculkan fakta mengejutkan. Berdasarkan keterangan resmi dari unit pemerintahan Provinsi Lampung pada Oktober 2025, ketua yayasan prakarsa Bunda yang mengelola sekolah tersebut diduga kuat adalah Khaidarmansyah, pensiunan pejabat tinggi yang pernah menjabat Plt Kepala Bappeda Kota Bandar Lampung dan kini aktif mengajar di sebuah institut swasta.
Firman, Wakil Kepala Sekolah Siger 2, turut membenarkan informasi ini saat diwawancara. Selain itu, postingan resmi Instagram SMA Siger 1 pada September lalu memperkuat dugaan tersebut, di mana Khaidarmansyah yang disebut sebagai eks pejabat birokrat pernah membuka Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).
Keterlibatan pejabat birokrasi dalam yayasan ini memunculkan pertanyaan besar terkait profesionalisme dan kepatuhan terhadap tata tertib pendidikan. Skandal ini semakin kompleks karena SMA Siger diduga melibatkan jajaran pejabat tinggi kota, termasuk Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana, Plt Kadisdikbud yang juga saudara kembarnya Eka Afriana (sekarang menjabat Asisten Pemerintahan), anggota Komisi 4 DPRD Kota Bandar Lampung, Kepala SMP Negeri tempat sekolah menumpang, Camat, hingga Dewan Pendidikan Lampung.
Bukti keterlibatan mereka juga terlihat dari postingan media sosial kader muda Partai Nasdem, M. Nikki Saputra, serta konten TikTok dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kontroversi ini menimbulkan kritik pedas publik, yang menilai pengelolaan sekolah ini mencerminkan kebodohan birokrasi atau praktik birokrat serampangan, padahal semua pihak yang terlibat telah bersumpah untuk menegakkan disiplin jabatan dan biaya hidupnya dijamin APBD.
Masalah hukum makin menonjol karena SMA Siger diduga beroperasi tanpa izin resmi. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pelanggaran penyelenggaraan sekolah swasta tanpa izin dapat dihukum pidana hingga 10 tahun penjara dan denda miliaran rupiah. Dugaan pelanggaran wewenang juga muncul karena aset milik pemerintah kota yang bersumber dari APBD diduga digunakan untuk yayasan milik perseorangan.
Selain itu, sekolah ini belum memiliki tanah dan bangunan permanen sesuai aturan Permendikbud RI Nomor 36 Tahun 2014, yang memicu kontroversi serius mengenai legalitas penyelenggaraan pendidikan dan perlindungan anak didik. Publik mempertanyakan nasib puluhan siswa SMA Siger yang telah menempuh pendidikan di sekolah ini selama tiga tahun; apakah ijazah mereka akan diakui secara formal atau tidak.
Thomas Amirico, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, menyatakan bahwa ketua yayasan prakarsa Bunda merupakan pihak yang paling bertanggung jawab atas seluruh penyelenggaraan sekolah. Dugaan sementara mengarah pada Khaidarmansyah sebagai sosok yang harus mempertanggungjawabkan operasional SMA Siger, termasuk perizinan dan penggunaan dana publik.
Kasus SMA Siger memicu sorotan luas karena mempertemukan dua isu besar: praktik birokrasi yang diduga tidak transparan dan perlindungan hak anak didik. Banyak pihak berharap pemerintah daerah dan kementerian terkait segera mengambil langkah tegas untuk memastikan bahwa penyelenggaraan pendidikan tetap berada di jalur hukum dan siswa memperoleh haknya secara penuh.***










