SAIBETIK– Polemik seputar SMA Siger terus memanas. Puluhan murid sekolah swasta yang belum terdaftar secara resmi di dapodik kini menghadapi risiko besar: ijazah mereka terancam tidak diakui secara formal. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Lampung, Thomas Amirico, pada Rabu, 17 September 2025, mengungkapkan bahwa pihaknya belum menerima administrasi izin resmi dari yayasan yang mengelola sekolah tersebut.
Menurut Thomas, tanggung jawab atas penyelenggaraan SMA swasta ilegal dan liar itu sepenuhnya berada di tangan yayasan. Disdikbud hanya memanggil pihak yayasan untuk segera mengurus administrasi perizinan. Sayangnya, hingga berbulan-bulan kemudian, pihak yayasan belum menunjukkan itikad baik. “Kami sudah mengingatkan, tapi administrasi perizinan belum lengkap. Jadi tanggung jawabnya berada pada yayasan,” kata Thomas pada Sabtu, 6 September.
Namun, pandangan ini menuai kritik keras dari praktisi pendidikan Lampung, M. Arief Mulyadin. Menurutnya, kepala dinas pendidikan tidak boleh tunduk pada arahan politik lokal tanpa landasan regulasi yang jelas. “Kadis jangan sampai berpolitik, jangan cuma cari muka. Kadis pendidikan tidak bisa lepas tangan, karena bukan hanya membina sekolah tapi juga bertanggung jawab terhadap siswa. Kalau nanti kelas 2 dan 3 sekolah itu terus berjalan tanpa dapodik, Disdikbud ikut terlibat dalam penelantaran siswa,” tegas Arief, Jumat, 19 September.
Skandal ini semakin rumit karena pihak guru dan Plh kepala sekolah SMA Siger menutup rapat informasi mengenai ketua yayasan dan pengurusnya. Kabid Dikdas Disdikbud Kota Bandar Lampung, Mulyadi Sukri, bahkan mengaku beberapa minggu lalu belum mengetahui siapa ketua dan pengurus yayasan tersebut, meskipun gedung dan sarana-prasarana yang digunakan sekolah itu berada di bawah pengawasan instansinya.
Sementara itu, wali murid mengungkapkan fakta mengejutkan. Beberapa hari menjelang kegiatan belajar mengajar (KBM) dimulai pada Senin, 11 Agustus 2025, pihak yayasan mengadakan pertemuan dengan orang tua murid. Dari pertemuan itu terungkap bahwa ketua yayasan SMA Siger adalah mantan kadis pendidikan Kota Metro. Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar soal integritas dan pengawasan lembaga pendidikan di Lampung.
Lebih lanjut, seorang guru yang bertugas di SMA Siger Bumi Waras (SMP Negeri 38) mengungkapkan bahwa setiap guru SMP yang ingin melakukan pekerjaan ganda (double job) di sekolah swasta ilegal tersebut harus memperoleh rekomendasi dari Kadis Pendidikan Kota Bandar Lampung, Eka Afriana. Kondisi ini menimbulkan dugaan bahwa keterlibatan pejabat pendidikan kota dan provinsi dalam pengelolaan SMA Siger lebih kompleks daripada yang selama ini terungkap.
Skandal SMA Siger kini menjadi sorotan publik karena melibatkan banyak pihak: DPRD, BPKAD, guru, kepala sekolah, dan tentu saja Disdikbud Provinsi Lampung. Praktisi pendidikan menekankan bahwa langkah tegas Disdikbud sangat dibutuhkan, tanpa harus takut terhadap tekanan politik lokal. Mereka menilai, penegakan regulasi dan perlindungan hak siswa harus menjadi prioritas utama, bukan sekadar menunggu itikad yayasan.
Pertanyaan yang masih menggantung: Apakah Disdikbud Lampung akan berani mengambil sikap tegas dan independen untuk menertibkan sekolah ilegal ini? Ataukah tekanan politik lokal akan terus menghambat perlindungan hak siswa di Kota Bandar Lampung?***