SAIBETIK– Sejumlah tokoh masyarakat dan praktisi pendidikan menyoroti kebijakan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal (RMD) dan Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana yang dinilai berpotensi mematikan keberlangsungan sekolah swasta. Kebijakan keduanya bahkan dijuluki “The Killer Policy” oleh kalangan pendidikan setempat.
Praktisi pendidikan M. Arief Mulyadin membeberkan indikasi awalnya. Menurutnya, SMA/SMK Negeri di Bandar Lampung menerima lebih dari 12 ribu siswa baru pada tahun ajaran 2024/2025 dari total sekitar 14 ribu lulusan SMP. Artinya, hanya sekitar 2 ribu siswa tersisa untuk ratusan SMA/SMK swasta di kota ini.
Masalah kian memanas ketika Wali Kota Eva Dwiana mendirikan SMA Swasta bernama Siger yang masih berstatus ilegal. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, Thomas Amirico, beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa izin sekolah tersebut baru sebatas lisan dan belum memiliki kelengkapan administratif.
Arief menilai Gubernur RMD mengetahui persoalan ini, namun justru mendukung pendirian sekolah ilegal tersebut. Ia menyebut kebijakan itu melanggar berbagai regulasi, termasuk Permendikbudristek RI Nomor 36 Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001.
Panglima Ormas Ladam, Misrul, juga mengecam keras langkah tersebut. Ia mempertanyakan alasan gubernur mendukung sekolah ilegal yang bisa mengancam eksistensi sekolah swasta.
Dugaan upaya “suntik mati” SMA/SMK swasta semakin menguat ketika sejumlah kepala sekolah melaporkan adanya gerakan door to door camat dan lurah untuk meminta data siswa tanpa penjelasan tujuan. Bahkan, ada instruksi di grup RT untuk mengumpulkan data siswa kurang mampu dengan dalih pemberian Program Indonesia Pintar (PIP) yang sejatinya langsung disalurkan pemerintah pusat tanpa perantara pemerintah kota.
Kepala Bidang Pembinaan SMK Disdikbud Provinsi Lampung, Sunardi, mengingatkan sekolah swasta agar tidak sembarangan menyerahkan data siswa jika tidak ada surat resmi. Ia juga menduga gerakan tersebut berkaitan dengan upaya merekrut siswa untuk sekolah ilegal Siger.
Arief menegaskan bahwa jika Wali Kota dan Gubernur terus membiarkan kebijakan ini, perlawanan dari sekolah swasta maupun masyarakat akan semakin kuat. Ia menyebut fakta di lapangan sudah terlihat jelas: beberapa sekolah swasta telah tutup, termasuk SMA/SMK legendaris di Bandar Lampung.
Pertanyaannya kini, apakah SMA/SMK swasta mampu bertahan di tengah kebijakan yang dianggap sewenang-wenang ini?***