SAIBETIK – Nama Putri Maya Rumanti kini menjadi sorotan publik. Advokat perempuan asal Kota Tapis Berseri ini tidak hanya dikenal sebagai salah satu orang kepercayaan pengacara kondang Hotman Paris, tetapi juga sebagai sosok yang berani bersuara keras dalam berbagai polemik hukum dan sosial. Dari kasus besar yang mengguncang nasional hingga isu pendidikan di daerah, Putri Maya menegaskan dirinya bukan sekadar pengacara, melainkan pembela keadilan yang menyentuh lapisan masyarakat bawah.
Putri mulai dikenal luas ketika ikut mendampingi keluarga Vina Cirebon, remaja 16 tahun yang tewas tragis pada 2016. Kasus tersebut menyeret sejumlah nama aparat kepolisian hingga menarik perhatian tokoh politik seperti mantan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi. Suaranya yang lantang dalam mengkritisi kejanggalan kasus membuat publik menaruh perhatian pada kiprahnya.
Namun, kiprah Putri Maya tidak berhenti di meja hijau kasus-kasus besar. Sejak September 2025, ia mulai aktif menyuarakan kepedulian pada dunia pendidikan di Lampung, terutama terkait maraknya kasus perundungan di sekolah dan praktik pendidikan yang dinilainya cacat hukum.
Advokat Peduli Pendidikan dan Anak Muda
Pada 19 September 2025, Putri Maya membuat langkah mengejutkan dengan mendatangi langsung rumah seorang siswi SMA Negeri 9 Bandar Lampung, korban bullying. Tidak sekadar kunjungan simbolis, ia juga mengecek kondisi psikologis korban yang masih trauma sekaligus mengangkat siswi tersebut sebagai anak asuh.
Langkah berani ini membuat publik terhenyak. “Di SMA 9, katanya sudah damai. Tapi saya masih menunggu humas sekolah,” tegas Putri Maya saat diwawancarai pada 22 September 2025. Sikapnya menunjukkan bahwa ia tidak sekadar mengikuti arus, tetapi benar-benar menuntut transparansi dan kepedulian nyata dari pihak sekolah.
Tak hanya itu, Putri juga ikut mengawal kasus perundungan di SMA Xaverius Pahoman. Seorang siswa berinisial L dikabarkan dikeluarkan secara sepihak tanpa melalui musyawarah, peringatan resmi, maupun pemanggilan orang tua. Keputusan ini memicu protes keras orang tua siswa yang akhirnya menggandeng Kantor Hukum PURI & PARTNERS bersama pengurus JMSI Pusat untuk mencari keadilan.
Putri Maya berada di garda terdepan memperjuangkan kasus tersebut. Menurutnya, lembaga pendidikan tidak boleh bertindak sewenang-wenang terhadap siswa, apalagi jika keputusan itu berpotensi merusak masa depan anak. “Sekolah bukan tempat untuk menghukum anak tanpa proses. Pendidikan harus membimbing, bukan menyingkirkan,” ujarnya lantang.
Skandal Pendidikan SMA Siger
Selain kasus perundungan, keberanian Putri Maya benar-benar mencuat ketika ia menggugat pendirian SMA Siger yang dibangun di bawah kendali Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana. Menurut Putri, sekolah tersebut bermasalah secara hukum karena tidak memiliki legalitas yang jelas.
“Mereka tidak bisa mendapatkan NIS, ijazahnya nanti bagaimana? Sama saja kegiatan ilegal. Kok seorang wali kota membiarkan hal seperti ini?” ungkap Putri.
Pernyataan ini sontak mengguncang dunia pendidikan di Bandar Lampung. Sebab, sekolah yang berdiri tanpa dasar hukum tidak hanya merugikan siswa dan orang tua, tetapi juga mencoreng wajah pendidikan daerah. Putri Maya dengan berani menuding bahwa langkah tersebut merupakan bentuk pelanggaran berat yang tidak bisa dibiarkan.
Advokat, Aktivis, atau Penjaga Generasi Muda?
Kiprah Putri Maya membuat publik bertanya-tanya: apakah ia sekadar advokat, atau sudah menjelma menjadi aktivis pendidikan? Di satu sisi, ia dikenal sebagai pengacara nasional yang terlibat dalam kasus besar seperti Vina Cirebon. Namun, di sisi lain, ia juga membela anak-anak korban bullying, siswa yang diperlakukan tidak adil, hingga menggugat sekolah ilegal yang berdiri atas nama pemerintah daerah.
Bagi banyak pihak, Putri Maya telah membuktikan bahwa profesi advokat tidak hanya soal memenangkan perkara di pengadilan, tetapi juga soal membela kepentingan generasi muda dan menjaga kualitas pendidikan bangsa. Ia menjadi contoh bahwa pengacara bisa turun langsung ke masyarakat, mendengar keluhan korban, dan menuntut keadilan di luar ruang sidang.
Kini, publik menunggu langkah berikutnya. Apakah Putri Maya akan terus menggugat skandal pendidikan di Bandar Lampung hingga tuntas? Ataukah ia akan membawa isu ini ke ranah nasional, seperti halnya kasus Vina Cirebon? Satu hal yang pasti, keberaniannya telah membuka mata banyak orang bahwa masalah pendidikan bukan persoalan sepele, melainkan menyangkut masa depan generasi muda Indonesia.***








