SAIBETIK– Polemik SMA Swasta Siger kembali menyeruak ke permukaan. Sekolah yang disebut-sebut beroperasi tanpa izin resmi ini kian menjadi sorotan publik setelah berbagai fakta mengejutkan terungkap. Bukan hanya soal status ilegal, tetapi juga dugaan adanya aliran dana misterius yang digunakan untuk menopang aktivitas belajar mengajar di sekolah tersebut.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Lampung sebelumnya telah mengonfirmasi bahwa kegiatan belajar mengajar (KBM) yang dilakukan SMA Siger tidak melalui prosedur administratif sesuai peraturan negara. Hal itu dipastikan pada Jumat, 5 September 2025. Meski demikian, sekolah yang telah beroperasi sejak 11 Agustus 2025 ini masih terus berjalan seolah tanpa hambatan.
Ketua Komisi IV DPRD Kota Bandar Lampung, Asroni Paslah dari Fraksi Gerindra, juga menegaskan bahwa pihak Disdik tidak pernah menerima ataupun menganggarkan dana dari APBD Perubahan 2025 untuk sekolah tersebut. “Gak ada dianggarkan kalau Disdik,” ungkap Asroni pada Minggu, 7 September 2025.
Pernyataan ini justru menimbulkan pertanyaan besar: dari mana sebenarnya dana operasional sekolah itu berasal? Jika benar dana tersebut tidak berasal dari pos pendidikan, ada kemungkinan aliran dana justru bersumber dari bidang kesejahteraan rakyat atau bahkan dana hibah yang sejatinya diperuntukkan bagi masyarakat pra sejahtera.
Salah satu wakil kepala sekolah Siger bahkan mengakui bahwa dana operasional seluruhnya ditanggung oleh Pemkot Bandar Lampung. Namun, pengakuan ini justru memperkuat dugaan adanya aliran “dana siluman” yang sengaja disalurkan untuk menopang keberlangsungan sekolah ilegal tersebut. Lebih ironis lagi, pihak sekolah mengklaim tidak mengambil dana dari SMP Negeri tempat mereka menumpang, meski faktanya keberadaan mereka mengganggu proses belajar di sekolah resmi.
Dugaan penyalahgunaan kewenangan semakin kuat karena SMA Siger jelas-jelas melanggar berbagai aturan hukum dan perundang-undangan. Sedikitnya delapan regulasi yang terindikasi telah dilanggar, di antaranya:
1. Permendikbudristek RI Nomor 36 Tahun 2014
2. Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2001
3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 66 Tahun 2010
4. Permendikdasmen Nomor 1 Tahun 2025
5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
6. Perwali Kota Bandar Lampung Nomor 7 Tahun 2022
7. Perda Bandar Lampung Nomor 4 Tahun 2021
8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
Fakta ini menimbulkan keresahan mendalam di kalangan masyarakat. Praktisi pendidikan M. Arief Mulyadin menyebut kondisi ini sebagai bentuk pembiaran yang berbahaya bagi dunia pendidikan. Sementara Panglima Ormas Ladam, Misrul, menilai kasus ini sebagai ironi di tengah gencarnya pemerintah menyerukan transparansi dan akuntabilitas. Dari sisi hukum, praktisi Hendri Adriansyah menegaskan, jika tidak segera ditindak, penyelenggara sekolah bisa dijerat pidana bahkan kasus korupsi dengan potensi denda miliaran rupiah.
Lebih mengkhawatirkan lagi, SMA Siger tidak tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Akibatnya, para siswa yang kini bersekolah di sana terancam tidak mendapatkan ijazah resmi. Dengan kata lain, masa depan mereka dipertaruhkan hanya karena kebijakan pendidikan yang sembrono.
Di tengah derasnya kritik publik, muncul pertanyaan besar: mengapa penegak hukum maupun pengawas pendidikan belum mengambil langkah tegas? Apakah menunggu adanya laporan resmi dari masyarakat baru kemudian bertindak?
Kisah SMA Siger ini tidak sekadar soal pelanggaran administratif, melainkan juga menyangkut nasib ratusan siswa dan integritas pemerintah daerah. Apabila masalah ini dibiarkan, bukan tidak mungkin sekolah ilegal ini menjadi preseden buruk bagi pendidikan nasional. Pada akhirnya, masyarakatlah yang dirugikan, terutama para siswa yang terjebak dalam sekolah yang kini mendapat julukan “sekolah hantu” bentukan Pemkot Bandar Lampung.***