SAIBETIK– Nasib guru honorer di Kota Bandar Lampung semakin memprihatinkan akibat kebijakan kontroversial Wali Kota yang kini dijuluki publik sebagai “The Killer Policy”. Kebijakan ini disebut-sebut telah membuat masa depan guru honorer SMP terancam dan menimbulkan ketidakpastian dalam dunia pendidikan.
Fakta di lapangan menunjukkan sejumlah guru honorer SMP kini mengajar di SMA swasta ilegal, bahkan ada yang menjabat sebagai Wakil Kepala Kesiswaan. Hal ini diperkuat oleh pengakuan Kepala Sekolah SMP tempat SMA swasta ilegal meminjam gedung untuk kegiatan belajar mengajar. Keadaan ini menimbulkan dilema bagi para guru honorer yang harus menyeimbangkan kewajiban mereka di sekolah negeri dan tuntutan yang diberikan oleh pihak swasta ilegal.
Praktisi pendidikan M. Arief Mulyadin menilai situasi ini sangat ironis. Menurutnya, jam mengajar guru honorer yang tersedot untuk mengajar di SMA swasta ilegal tidak tercatat di data dapodik, sehingga tidak diakui sebagai bagian dari beban kerja resmi mereka di SMP. “Ini berarti kerja keras mereka tidak diakui secara resmi, padahal banyak dari mereka mengabdikan diri puluhan tahun demi pendidikan anak-anak di Bandar Lampung,” ujar Arief dengan nada prihatin.
Dampak kebijakan ini semakin terasa bagi guru honorer yang tidak lolos seleksi PPPK. Mereka sebenarnya dijanjikan akan diangkat menjadi guru tenaga paruh waktu yang dibiayai negara, namun jika jam kerja mereka tersedot untuk sekolah swasta ilegal, peluang tersebut bisa hilang begitu saja. Kondisi ini memunculkan pertanyaan serius tentang keadilan dan perlindungan bagi guru honorer.
Pengamat pendidikan menekankan bahwa situasi ini merupakan bentuk nyata penzhaliman terhadap guru honorer. “Mereka hanya ingin mengabdi, tetapi dipaksa tunduk pada sistem yang tidak adil. Bagaimana nasib mereka nanti jika tidak diakui negara? Ini adalah ironi yang menyakitkan bagi dunia pendidikan,” ungkapnya.
Mirisnya, kebijakan yang seharusnya melindungi para pahlawan tanpa tanda jasa ini justru menyeret mereka ke jurang ketidakpastian. Guru honorer yang telah puluhan tahun mengajar dengan gaji pas-pasan kini dihadapkan pada pilihan pahit: mengikuti aturan yang tidak masuk akal atau mempertaruhkan masa depan mereka. Hal ini tidak hanya berdampak pada guru, tetapi juga pada mutu pendidikan yang diterima siswa di Bandar Lampung.
SMA swasta ilegal yang memanfaatkan guru honorer ini telah melanggar berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain:
1. Permendikbudristek RI Nomor 36 Tahun 2014
2. Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2001
3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 66 Tahun 2010
4. Permendikdasmen Nomor 1 Tahun 2025
5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
6. Perwali Kota Bandar Lampung Nomor 7 Tahun 2022
7. Perda Bandar Lampung Nomor 4 Tahun 2021
8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
Pertanyaan besar kini menggantung di dunia pendidikan Bandar Lampung: apakah karir dan harapan guru honorer harus dikorbankan demi melanggengkan sekolah swasta ilegal? Kondisi ini menimbulkan luka mendalam dan keprihatinan serius bagi seluruh masyarakat yang peduli terhadap masa depan pendidikan di kota ini.***