SAIBETIK– Pagi hari Senin, 1 September 2025, suasana jalanan Rajabasa hingga Teluk Betung berubah menjadi lautan massa yang bergerak dengan penuh semangat. Ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Lampung berkumpul dan bergerak menuju Gedung DPRD Provinsi Lampung sejak pukul 09.00 WIB untuk menyuarakan penolakan terhadap kebijakan kontroversial Wali Kota Bandar Lampung yang dikenal dengan julukan “The Killer Policy”.
Massa aksi membawa atribut lengkap, poster tuntutan, spanduk besar, serta barisan motor roda dua yang memperkuat simbol kekuatan mereka. Mereka melintasi jalan-jalan arteri kota, melewati papan reklame Wali Kota Bandar Lampung, yang menjadi ikon kontroversi akibat kebijakan yang dianggap menindas rakyat dan melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan. Julukan “The Killer Policy” sendiri muncul karena kebijakan yang diterapkan dinilai keras dan merugikan masyarakat, terutama terkait pembangunan, izin usaha, dan penyelenggaraan pendidikan yang dipertanyakan legalitasnya.
Mahasiswa Lampung menegaskan bahwa kedatangan mereka bukan sekadar bentuk protes biasa, tetapi simbol perlawanan terhadap praktik kekuasaan yang menginjak-injak hukum. Aksi ini menjadi momentum untuk menuntut pertanggungjawaban pejabat kota, sekaligus menunjukkan bahwa generasi muda tidak akan diam di tengah ketidakadilan. “Kami hadir di sini untuk menegaskan bahwa kebungkaman bukan pilihan. Kompromi dengan kebijakan yang menindas rakyat bukanlah jalan keluar. Kami menuntut transparansi, keadilan, dan perlindungan hukum bagi seluruh warga Lampung,” ujar salah satu koordinator aksi.
Selain menyuarakan penolakan terhadap kebijakan Wali Kota, para mahasiswa juga menekankan pentingnya pengawasan terhadap setiap kebijakan publik yang berpotensi merugikan masyarakat. Mereka membawa data dan dokumen yang menunjukkan indikasi pelanggaran administratif dan peraturan daerah, sekaligus menyerukan agar DPRD Provinsi Lampung bersikap tegas menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Aksi berjalan dengan tertib, meski sempat memacetkan sejumlah ruas jalan. Aparat kepolisian dan Satlantas Polresta Bandar Lampung diterjunkan untuk mengatur arus lalu lintas serta memastikan keamanan peserta dan masyarakat umum. Mahasiswa tetap konsisten dengan tuntutannya, melakukan orasi, yel-yel, serta pembacaan tuntutan di depan Gedung DPRD.
Kegiatan hari ini bukan sekadar demonstrasi politik. Ini merupakan penanda zaman, bahwa mahasiswa Lampung berdiri di garis depan, menolak tunduk pada kebijakan sepihak dan mengingatkan bahwa setiap tindakan penguasa harus sesuai koridor hukum. Aksi ini diharapkan menjadi momentum kebangkitan kesadaran sosial, mendorong partisipasi aktif warga, serta memperkuat prinsip demokrasi dan keadilan di Lampung.***