SAIBETIK– Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersama LBH Bandar Lampung menegaskan bahwa Direktur Utama PT Wahana Raharja berpotensi dijerat pidana ketenagakerjaan jika terus mengabaikan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Hal ini terkait tunggakan gaji dan kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap tujuh buruh perusahaan BUMD milik Pemerintah Provinsi Lampung tersebut.
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Nomor 16/Pdt.Sus-PHI/2024/PN Tjk yang dibacakan 18 Desember 2024, dan diperkuat oleh kasasi Mahkamah Agung Nomor 497 K/PDT.SUS-PHI/2025 pada 30 April 2025, memerintahkan PT Wahana Raharja membayar total Rp 326.087.940,- kepada tujuh buruh yang menjadi korban ketidakadilan hubungan kerja. Putusan ini menegaskan bahwa penundaan pembayaran hak-hak normatif pekerja merupakan pelanggaran serius hukum ketenagakerjaan.
Ahmad Khudlori, pengacara publik LBH Bandar Lampung dan kuasa hukum para buruh, menyatakan, “Sudah hampir enam bulan sejak putusan kasasi, namun PT Wahana Raharja belum melaksanakan kewajibannya. Ini tidak hanya menunjukkan penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court), tetapi juga mencerminkan pengabaian terhadap nilai keadilan sosial dan tanggung jawab negara terhadap pekerja BUMD.”
LBH Bandar Lampung menegaskan bahwa Direktur Utama PT Wahana Raharja dapat dijerat pidana sesuai Pasal 90 ayat (1) jo. Pasal 185 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diubah dalam UU Nomor 6 Tahun 2023. Pasal ini menyebutkan bahwa siapa pun yang sengaja tidak membayar upah sesuai ketentuan dapat dipidana dengan penjara maksimal 4 tahun atau denda hingga Rp400 juta.
Lebih lanjut, pengabaian putusan pengadilan inkracht juga menyalahi prinsip negara hukum sebagaimana diatur Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Semua warga negara dan badan hukum, termasuk BUMD, wajib tunduk pada hukum dan keputusan pengadilan. “Ketidakpatuhan terhadap putusan pengadilan bukan sekadar persoalan administratif. Ini adalah pelanggaran hukum yang dapat berujung pidana. Kami siap menempuh jalur hukum lebih lanjut, termasuk melaporkan dugaan tindak pidana ketenagakerjaan,” tegas Khudlori.
LBH Bandar Lampung juga mendesak Gubernur Lampung sebagai pemegang saham pengendali PT Wahana Raharja untuk segera memerintahkan direksi melaksanakan putusan, sekaligus mengevaluasi kepatuhan hukum dan tata kelola perusahaan. “BUMD seharusnya menjadi teladan dalam penegakan hukum dan perlindungan hak pekerja, bukan justru melanggar hukum dan menunda hak buruhnya,” tambahnya.
Praktik pengabaian hak pekerja ini juga mencoreng citra BUMD sebagai entitas publik yang seharusnya mengedepankan akuntabilitas, transparansi, dan tanggung jawab sosial. LBH Bandar Lampung menegaskan, langkah hukum terhadap pelanggaran ini menjadi penting untuk menjaga prinsip keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan hak-hak pekerja di Indonesia.***