SAIBETIK– Provinsi Lampung menghadapi tantangan serius terkait penyalahgunaan narkotika. Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, menegaskan bahwa fasilitas rehabilitasi bagi pengguna narkoba di wilayah ini masih sangat minim, padahal Lampung menjadi salah satu jalur utama perlintasan narkotika dari Sumatera ke Jawa, bahkan dari luar negeri.
“Kondisinya sampai hari ini, Lampung menjadi perlintasan narkoba baik dari Sumatera ke Jawa maupun dari luar negeri ke Jawa. Namun, barang yang ‘netes’ di Lampung juga cukup banyak karena posisi kita sebagai daerah perlintasan,” ujar Gubernur Mirza saat menghadiri kegiatan pemusnahan barang bukti narkoba oleh BNNP Lampung, Selasa, 18 November 2025.
Mirza menambahkan bahwa jumlah fasilitas rehabilitasi di Lampung tidak sebanding dengan jumlah pengguna narkoba yang terus meningkat. “Di BNN Kalianda, hanya tersedia 175 tempat rehabilitasi, sementara pengguna narkoba terdata mencapai sekitar 31 ribu orang,” sebutnya.
Lebih mengkhawatirkan lagi, kondisi Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Lampung kini justru didominasi pasien terkait penyalahgunaan narkoba. “Seharusnya RSJ menampung pasien ODGJ. Tapi saat ini, 80 persen pasiennya adalah kasus narkoba yang berasal dari seluruh kabupaten/kota di Lampung,” ungkapnya. Kondisi serupa juga terlihat di rumah sakit umum, yang banyak menangani penyakit yang bersumber dari penggunaan narkotika.
Gubernur menegaskan bahwa pemusnahan barang bukti narkoba ini dimaksudkan untuk memberikan pesan tegas: Lampung menutup pintu bagi peredaran narkoba dan berkomitmen menjaga keamanan serta masa depan generasi muda. “Kami ingin daerah ini aman untuk membangun harapan, dan orang tua di Lampung bisa yakin anak-anak mereka jauh dari narkotika,” katanya.
Dalam rencana jangka panjang, Mirza juga mendorong RSJ Lampung memperluas layanan rehabilitasi khusus narkoba. “Lahan masih tersedia dan fasilitas dapat dikembangkan. RSJ bisa menjadi pusat rehabilitasi yang lebih luas dan spesialisasinya ditingkatkan,” tambahnya.
Menyikapi kondisi tersebut, Kepala BNNP Lampung, Kombes Pol Sakeus Ginting, menegaskan keterbatasan fasilitas rehabilitasi memang menjadi masalah serius. “Faktanya sekarang masih sangat kurang. Harapan kami, ada dukungan anggaran dari pemerintah daerah dan pusat agar fasilitas rehabilitasi bisa ditambah,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, BNNP Lampung memusnahkan 11,2 kilogram sabu dan 770 gram ganja. Barang bukti ini hasil pengungkapan kasus sejak tiga bulan terakhir, tepatnya dari Agustus 2025, yang melibatkan 11 tersangka. Barang bukti dimusnahkan melalui incinerator dengan suhu 1.000 derajat Celsius selama 45-90 menit hingga habis tak bersisa.
Para tersangka dengan barang bukti sabu dikenakan Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) Subsider Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sementara tersangka ganja dikenakan Pasal 114 ayat (2) Subsider Pasal 111 ayat (2) UU yang sama. Ancaman hukuman maksimal berupa hukuman mati diterapkan untuk memberikan efek jera bagi pengedar narkoba.
Kombes Ginting menekankan bahwa Lampung tidak hanya menjadi jalur perlintasan, tetapi juga menjadi pasar narkoba karena daya beli masyarakat di wilayah ini tergolong tinggi. “Kami mengajak semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, untuk bersatu memberantas peredaran narkoba dan menciptakan Lampung bebas dari narkoba,” ujarnya.
Kegiatan ini sekaligus menjadi momentum bagi pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk memperkuat pencegahan dan rehabilitasi, memastikan Lampung tidak hanya aman dari peredaran narkoba, tetapi juga memiliki fasilitas yang memadai untuk memulihkan pengguna agar kembali produktif di masyarakat.***





