SAIBETIK- Akses pembiayaan masih menjadi persoalan utama bagi banyak masyarakat di Lampung, terutama bagi mereka yang bekerja di sektor informal atau pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Meskipun kebutuhan akan rumah layak huni terus meningkat, banyak keluarga dan pelaku usaha masih kesulitan memperoleh modal untuk membangun atau membeli rumah. Di tengah tantangan tersebut, hadirnya Kredit Program Perumahan (KPP) pada tahun 2025 menjadi secercah harapan baru. Program ini tidak hanya membantu masyarakat berpenghasilan rendah, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi lokal melalui pembiayaan produktif di sektor perumahan.
KPP dirancang oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dan diatur dalam Peraturan Menteri PKP Nomor 13 Tahun 2025. Program ini merupakan hasil sinergi antara pemerintah dan perbankan nasional dengan dukungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Tujuan utamanya adalah mempercepat pertumbuhan sektor perumahan dan menciptakan akses pembiayaan yang inklusif. Skema KPP dibagi menjadi dua jalur besar: pembiayaan di sisi penyediaan rumah dan pembiayaan di sisi permintaan rumah.
Pada jalur penyediaan, KPP menawarkan kredit investasi dan modal kerja dengan plafon maksimal Rp20 miliar. Skema ini ditujukan bagi pengembang kecil, kontraktor, hingga toko bahan bangunan. Sedangkan untuk sisi permintaan, masyarakat dapat memperoleh pembiayaan hingga Rp500 juta untuk membeli, membangun, atau merenovasi rumah dengan suku bunga tetap yang kompetitif. Berdasarkan sosialisasi KPP, bunga untuk pembiayaan penyediaan rumah ditetapkan sebesar bunga pasar dikurangi subsidi 5%, sementara untuk pembiayaan permintaan rumah bunga tetapnya hanya 6% per tahun. Dengan tenor hingga 5 tahun dan proses administrasi yang sederhana, KPP memberikan kemudahan nyata bagi masyarakat yang sebelumnya tidak memenuhi syarat kredit konvensional.
Bagi Provinsi Lampung, kebijakan ini menjadi momentum penting. Berdasarkan data Dinas Perumahan Rakyat, backlog perumahan di Lampung masih berada di angka 37%, dengan sekitar 344 ribu rumah tergolong tidak layak huni (RTLH). Masalah utama bukan terletak pada ketersediaan lahan, melainkan terbatasnya akses terhadap pembiayaan. Banyak pelaku UMKM di sektor konstruksi dan penyedia material bangunan di daerah seperti Lampung Tengah, Pesawaran, Pringsewu, dan Lampung Timur, yang kesulitan memperluas usaha karena minim modal. KPP hadir menjawab tantangan itu dengan memberikan fasilitas kredit berbunga rendah dan jaminan yang lebih fleksibel.
Efek ekonomi dari KPP sangat besar. Menurut kajian Kementerian PKP, setiap pembangunan 1.000 unit rumah melalui KPP dapat menciptakan sekitar 3.000 lapangan kerja baru di sektor konstruksi, transportasi, perdagangan, dan jasa pendukung. Selain itu, program ini mendorong sirkulasi ekonomi daerah melalui peningkatan permintaan bahan bangunan, jasa transportasi, hingga warung makan di sekitar proyek. Di sisi lain, KPP juga meningkatkan daya beli masyarakat karena biaya bunga yang rendah memungkinkan keluarga berpenghasilan menengah ke bawah untuk memiliki rumah tanpa mengganggu stabilitas keuangan mereka.
Secara sosial, KPP memberi manfaat berlipat. Rumah tidak lagi hanya menjadi tempat tinggal, tetapi juga aset produktif. Banyak pelaku UMKM di Lampung memanfaatkan rumah sebagai tempat usaha—mulai dari warung, bengkel, salon, hingga usaha laundry. Melalui pembiayaan KPP, mereka dapat merenovasi rumah agar berfungsi ganda sebagai tempat tinggal dan tempat usaha. Ini sejalan dengan konsep pembangunan inklusif yang mengedepankan kesejahteraan keluarga sekaligus pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Namun, kesuksesan KPP tidak akan tercapai tanpa kolaborasi lintas sektor. Pemerintah daerah berperan penting dalam melakukan pendataan calon penerima manfaat, sosialisasi, serta pengawasan implementasi program. Sementara pihak perbankan dituntut memastikan proses verifikasi kredit berlangsung cepat, transparan, dan bebas pungutan liar. Asosiasi seperti Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) juga memiliki tanggung jawab besar dalam membina para pengembang agar memenuhi standar teknis dan administratif sesuai ketentuan.
Dalam jangka panjang, KPP berpotensi menjadi instrumen ekonomi baru di daerah. Dengan suku bunga rendah dan mekanisme subsidi yang efisien, KPP dapat menjaga stabilitas pasar properti, memperluas basis debitur, dan menurunkan tingkat kredit bermasalah (NPL). Lebih jauh lagi, KPP mendukung target nasional Program 3 Juta Rumah yang dicanangkan pemerintah untuk menurunkan backlog perumahan nasional menjadi di bawah 10 juta unit pada tahun 2030.
Bagi Lampung, pelaksanaan KPP secara optimal dapat menjadi katalis pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan dukungan pemerintah daerah dan sektor perbankan, KPP bukan hanya menjadi solusi pembiayaan rumah, tetapi juga instrumen pemberdayaan ekonomi rakyat. Di tengah kondisi fiskal nasional yang menuntut efisiensi, program ini menjadi contoh bagaimana kebijakan cerdas dapat mempertemukan kebutuhan dasar masyarakat dengan pertumbuhan ekonomi produktif.
Kredit Program Perumahan adalah bukti nyata bahwa solusi inovatif dapat menghadirkan keadilan ekonomi. Melalui KPP, masyarakat Lampung berkesempatan memiliki rumah layak sekaligus memperkuat fondasi ekonomi keluarga. Rumah yang kokoh, masyarakat yang berdaya, dan ekonomi daerah yang tumbuh bersama—itulah visi besar yang diusung melalui program ini.***










