SAIBETIK– Pewarta Foto Indonesia (PFI) menegaskan posisinya sebagai organisasi profesi nirlaba yang tidak terpisahkan dari sejarah pers nasional. Sejak didirikan, PFI berperan sebagai garda terdepan bagi ribuan pewarta foto di seluruh Indonesia, termasuk di Lampung, dalam memperjuangkan profesionalisme, integritas, dan perlindungan hak-hak wartawan foto di era digital yang penuh tantangan.
Ketua PFI Lampung, Juniardi, menjelaskan bahwa PFI resmi berdiri pada 18 Desember 1998 di Jakarta, sebagai kelanjutan dari entitas sebelumnya bernama Focus yang dideklarasikan pada 22 Maret 1992. “Kelahiran PFI didorong oleh kebutuhan mendesak untuk membentuk benteng perlindungan bagi pewarta foto, mengingat selama bertugas, mereka sering menjadi sasaran tantangan di lapangan,” ujar Juniardi, Rabu (19/11/2025), menjelang persiapan Kongres PFI VIII 2025 di Jakarta.
Ancaman bagi pewarta foto bisa berupa kekerasan fisik, intimidasi saat peliputan, hingga pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) di mana karya mereka digunakan tanpa izin atau kompensasi. PFI hadir untuk memastikan kebebasan pers yang dijamin Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ditegakkan di lapangan. Organisasi ini juga telah diakui sebagai konstituen Dewan Pers pada tahun 2020 melalui SK Nomor 19/SK-DP/III/2020.
PFI memiliki tiga pilar utama dalam kegiatannya: advokasi, perlindungan, dan peningkatan kompetensi anggota. “Kami berjuang melindungi pewarta foto dari segala bentuk kekerasan dan intimidasi yang menghambat kerja jurnalistik, sekaligus memastikan standar profesionalisme dan etik tinggi. Salah satunya melalui Uji Kompetensi Pewarta Foto yang bersertifikasi,” jelas Juniardi.
Selain itu, PFI aktif mendorong apresiasi publik terhadap foto jurnalistik melalui penyelenggaraan Anugerah Pewarta Foto Indonesia (APFI) yang menjadi barometer kualitas jurnalistik foto nasional. Kegiatan ini juga berperan mendidik masyarakat melalui edukasi visual, sekaligus mendokumentasikan peristiwa penting secara profesional. Workshop dan pelatihan fotografi, termasuk kolaborasi dengan sektor UMKM, menjadi bagian dari upaya peningkatan keterampilan teknis dan etika peliputan.
PFI juga aktif menyuarakan solidaritas untuk isu-isu kebebasan pers dan kasus kekerasan terhadap jurnalis. Partisipasi dalam pemilihan anggota Dewan Pers dari kalangan pewarta foto memastikan sudut pandang visual terwakili dalam pengambilan kebijakan pers nasional, termasuk penguatan ekosistem jurnalistik di daerah.
Pada 2025, Juniardi terpilih aklamasi sebagai Ketua PFI Lampung periode 2025–2028. Ia menggantikan ketua sebelumnya, Ardiansyah Jambak, pewarta foto LKBN Antara Biro Lampung, yang mengundurkan diri karena alasan kesehatan. Pemilihan ini berlangsung dalam Musyawarah Daerah (Musda) dan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) PFI Lampung 2025 secara hibrida, luring dan daring. Dari 13 pemilik suara sah, sebagian mengikuti via Zoom Meeting. Hasil Musda menetapkan Juniardi sebagai ketua terpilih, sedangkan Rakerda menetapkan Juniardi sebagai formatur kepengurusan mendatang dan mempersiapkan Kongres PFI 2025.
Ketua terpilih ini menegaskan tiga program kerja utama: penguatan kelembagaan, kaderisasi, dan peningkatan kapasitas profesi. “PFI Lampung harus solid, profesional, dan mampu menjadi representasi pewarta foto di tingkat nasional maupun daerah,” kata Juniardi.
Sebagai catatan, istilah “pewarta foto” membedakan individu wartawan foto yang karya jurnalistiknya menjadi produk media, berbeda dengan jurnalis foto atau fotografer profesional pada umumnya. Hingga kini, PFI telah hadir di 21 provinsi di Indonesia dan diakui sebagai konstituen Dewan Pers. Salah satu anggotanya, Maha Eka Swasta, bahkan berhasil terpilih menjadi anggota Dewan Pers 2025–2028, mencetak sejarah baru bagi organisasi.
Kongres PFI ke-VIII dijadwalkan pada 21–23 November 2025 di Jakarta, menghadirkan Ketua dan Sekretaris 21 PFI Kota untuk merumuskan kebijakan organisasi tiga tahun ke depan sekaligus memilih Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal periode 2025–2028. Kongres ini menjadi momen penting untuk memperkuat posisi PFI sebagai pelopor dan penjaga integritas jurnalistik visual di Indonesia.***





