SAIBETIK– Kota yang tengah giat membangun ternyata menyimpan luka sosial yang mendalam. Di tengah kemegahan proyek pembangunan Masjid Raya Bakrie dan jembatan penyeberangan orang (JPO) yang menghubungkan Kantor Pemkot dengan Masjid Al Furqon, masih banyak warga hidup dalam kesulitan dan ketidakpastian.
Salah satu korban kondisi ini adalah Nelly (60), seorang nenek renta yang kini harus bertahan hidup bersama dua cucunya di rumah tetangga. Rumahnya hancur diterjang pasang laut pada 8 Agustus lalu, sehingga tidak lagi layak dihuni. Nelly menjadi simbol dari realita pahit yang kerap tersembunyi di balik gemerlap pembangunan kota.
Ironi ini memperlihatkan wajah Pemkot Bandar Lampung yang dipimpin Wali Kota Eva Dwiana, yang belakangan dikenal publik dengan julukan “The Killer Policy”. Di saat rakyat kecil menjerit kehilangan tempat tinggal, justru APBD dialokasikan untuk membiayai SMA swasta ilegal bernama Siger, dengan alasan untuk membantu warga pra-sejahtera.
Kebijakan ini menuai kritik karena jelas bertentangan dengan regulasi yang ada, mulai dari Permendikdasmen, UU Yayasan, UU Pendidikan, hingga Perwali Dana Hibah dan tata ruang kota. Praktik ini bahkan berpotensi menjerat hukum pidana bagi pihak penyelenggara pendidikan maupun penerima dana hibah. Sementara itu, warga miskin seperti Nelly tetap menghadapi kenyataan pahit kehilangan hunian yang layak, menunjukkan ketimpangan prioritas pembangunan di kota ini.
Sungguh ironis, di satu sisi pemerintah kota begitu ambisius membangun simbol kemegahan—masjid dan JPO yang megah—namun di sisi lain, hak-hak dasar warga miskin diabaikan. Kasus Nelly menjadi pengingat bahwa pembangunan fisik tanpa perhatian pada kesejahteraan masyarakat dapat menimbulkan ketidakadilan sosial yang nyata.
Kritikus menilai bahwa pembangunan simbolik seharusnya sejalan dengan program perlindungan sosial, termasuk penyediaan hunian layak bagi warga terdampak bencana dan masyarakat pra-sejahtera. Tanpa langkah nyata, pembangunan mewah hanya menjadi pameran kemegahan yang menutupi derita rakyat kecil.
Bandar Lampung, yang tengah menggebu-gebu dengan proyek infrastruktur dan ikon kota, menghadapi pertanyaan besar: Apakah kemegahan kota sebanding dengan penderitaan warganya? Sementara Nelly dan keluarganya masih menanti perhatian nyata, proyek masif dan alokasi APBD yang kontroversial terus berlangsung.***