SAIBETIK- Bandar Lampung kembali diguncang isu panas seputar SMA Swasta Siger. Sekolah yang sempat diklaim sebagai milik Pemerintah Kota Bandar Lampung ini ternyata milik yayasan perseorangan, menimbulkan pertanyaan serius soal transparansi dan akuntabilitas pejabat publik.
Ketua yayasan adalah Dr. Khaidarmansyah, dosen di salah satu institut swasta Bandar Lampung sekaligus mantan Plt. Sekda dan Kepala Bappeda Kota Bandar Lampung. Dua pengurus lainnya adalah Satria Utama sebagai sekretaris dan Didi Agus Bianto sebagai bendahara. Fakta ini bertolak belakang dengan pernyataan Wali Kota Eva Dwiana dan salah satu anggota Komisi 4 DPRD Kota Bandar Lampung yang menyebut sekolah itu milik Pemkot.
Skandal ini memunculkan pertanyaan krusial: apakah pernyataan publik dari Wali Kota dan DPRD termasuk dalam kategori pembohongan publik? Publik juga menyoroti regulasi terkait aliran APBD ke yayasan milik perorangan. Sebagaimana diketahui, Eva Dwiana sebelumnya telah menandatangani peraturan yang menegaskan dana hibah dari Pemkot tidak bisa mengalir secara otomatis setiap tahun, menambah kompleksitas kasus ini.
Selain masalah kepemilikan, muncul kekhawatiran soal prosedur hukum dan administratif pengelolaan dana APBD untuk yayasan swasta. Bagaimana mekanisme pengawasan jika dana publik dialirkan ke institusi yang bukan milik pemerintah? Kasus ini berpotensi menimbulkan preseden buruk jika tidak diatur secara tegas, sekaligus menimbulkan pertanyaan tentang integritas pejabat kota yang seharusnya menjaga transparansi keuangan publik.
Seiring fakta baru terungkap, masyarakat menuntut klarifikasi dari Wali Kota dan DPRD Kota Bandar Lampung. Apakah benar sekolah ini menggunakan APBD tanpa dasar hukum yang jelas? Dan bagaimana pemerintah memastikan dana publik digunakan sesuai aturan? Pertanyaan-pertanyaan ini kini menjadi sorotan utama publik, media, dan pengawas keuangan.***







