• Redaksi
  • Tentang Kami
Saibetik.com
  • BERANDA
  • POLITIK
  • LAMPUNG
    • Bandar lampung
    • Lampung Barat
    • lampung Selatan
    • Lampung Tengah
    • Lampung Timur
    • Lampung Utara
    • Mesuji
    • Metro
    • Pesawaran
    • Pesisir Barat
    • Pringsewu
    • Tanggamus
    • Tulang Bawang
    • Tulang Bawang Barat
    • Way Kanan
  • NASIONAL
  • HUKUM & KRIMINAL
  • BISNIS DAN KEUANGAN
No Result
View All Result
Saibetik.com
  • BERANDA
  • POLITIK
  • LAMPUNG
    • Bandar lampung
    • Lampung Barat
    • lampung Selatan
    • Lampung Tengah
    • Lampung Timur
    • Lampung Utara
    • Mesuji
    • Metro
    • Pesawaran
    • Pesisir Barat
    • Pringsewu
    • Tanggamus
    • Tulang Bawang
    • Tulang Bawang Barat
    • Way Kanan
  • NASIONAL
  • HUKUM & KRIMINAL
  • BISNIS DAN KEUANGAN
Selasa, November 25, 2025
No Result
View All Result
Saibetik.com
No Result
View All Result
Home Lampung Bandar lampung

Ambiguitas yang Bikin Baper: Puisi Muhammad Alfariezie yang Sukses “Nancep” di Ruang Psikis Gen Z

Melda by Melda
25/11/2025
in Bandar lampung, REDAKSI
Ambiguitas yang Bikin Baper: Puisi Muhammad Alfariezie yang Sukses “Nancep” di Ruang Psikis Gen Z

SAIBETIK- Puisi “Malam Menyulam Perpisahan” karya Muhammad Alfariezie mulai ramai dibahas karena vibes-nya yang halus tapi nyelekit, relatable tapi penuh misteri. Dari piama sampai kunang-kunang, setiap detail dalam puisi ini terasa seperti simbol yang sengaja dibiarkan mengambang—enggak pernah fix maknanya, tapi justru di situlah letak magisnya.

Puisi ini kerjanya bukan menjelaskan, tapi memancing emosi. Bukan menggurui, tapi membiarkan pembaca menemukan luka dan rindunya sendiri di antara jeda-jedanya. Bacaan yang kelihatan sederhana, tapi efek psikologisnya bisa bikin pembaca tiba-tiba mikirin “si dia” jam 1 pagi.


Puisi yang Bernafas Lewat Simbol: Piama, Wedang, Hujan, dan Kenangan

Alfariezie menaburkan citraan-citraan domestik—piama merah jambu, benang rajut, wedang, hujan, kunang-kunang—yang semuanya terasa dekat dengan keseharian. Tapi dalam pendekatan poststrukturalisme, simbol-simbol ini bukan sekadar ornamen; mereka adalah penanda cair alias makna yang bisa berubah-ubah tergantung siapa yang membaca.

BeritaTerkait

Dengan puisi hikayat sinar yang disangkal, muhammad alfariezie hadirkan liris kontemplatif yang mendalam

Isbedy Stiawan Batal Hadiri Festival Sastra Internasional di Tanjungpinang, Kendala Dana Jadi Hambatan

Di tangan Alfariezie, objek-objek itu jadi kayak “kode rahasia perasaan”:

  • wedang = kehangatan yang sudah mulai retak
  • benang = hubungan yang masih dicoba untuk dipertahankan
  • hujan = kesedihan yang ditunda
  • kunang-kunang = harapan kecil yang tetap nyala di tengah gelap

Ambiguitasnya rapi dan sengaja. Seakan penyair ingin pembaca ikut menafsir—bukan sekadar menerima.


Versi Full Puisi “Malam Menyulam Perpisahan”

(Disertakan utuh untuk pembacaan mendalam)

Mengenakan piama merah jambu
penghibur pandang menjelang
bulan berbinar, nyonya duduk tenang
sambil merajut benang menunggu tuan
dari menjual hasil ladang

Saya dipanggilnya untuk mengantar
segelas wedang. Sambil mereguk
yang saya letakkan di meja kemudian
dia berkata

“Sudah lama kamu tidak pulang,
enggak rindu pelukan?”

Nyonya adalah peramal jitu
menebak perasaan. Sudah lama
saya termenung dari balik kaca
untuk sekadar menghitung
berapa lama hujan bertahan

Kini tiba untuk saya berucap
“Iya nyonya, sudah lama saya
berharap kembang memekarkan
ranum dan menebar harum”

Malam kian terasa seperti
perjalanan laut dan darat. Dalam
haru terang kunang-kunang. Saya
bingung besok harus bagaimana
memulai perpisahan setelah tadi nona
berkata

“Tunaikan yang harus segera tunai”

2025


Dibaca dari Kacamata New Lyric Criticism: Suara Liris yang Lagi Patah Tapi Tetap Elegan

Dalam teori kritik sastra modern, puisi kayak gini bukan cuma rangkaian kata, tapi “ruang batin”. Suara “saya” adalah pusat tegangan emosional—seseorang yang sedang berada di tengah antara rindu, kewajiban, dan perpisahan yang enggak diucapkan berulang kali tapi terasa sepanjang puisi.

  • “Mengenakan piama merah jambu…” membuka suasana manis tapi janggal.
  • Nyonya tampil sebagai figur rumah: lembut, familiar, tapi bikin “saya” dihadapkan pada pertanyaan yang tak bisa lagi dihindari.
  • Setiap adegan terasa seperti jeda hening dalam film yang intim.

Suara dalam puisi ini pelan, tenang, tapi penuh tekanan—kayak seseorang yang sudah menyiapkan kalimat perpisahan tapi belum sanggup melafalkan.


Afek yang Menohok: Emosi yang Tidak Diucapkan Tapi Dirasakan

Dalam pendekatan afektif, puisi ini bekerja seperti denyut pelan yang makin lama makin terasa.
Ada:

  • rindu yang tertahan,
  • keputusan yang belum diambil,
  • dan perpisahan yang makin dekat tapi belum diumumkan.

Emosi tidak disajikan langsung, tetapi lewat benda-benda kecil:

  • benang yang dirajut (hubungan yang dirapikan kembali)
  • hujan yang dihitung (penantian yang panjang dan melelahkan)
  • kembang yang belum mekar (harapan yang tertunda)

Efeknya? Pembaca merasa “terlibat”, meski enggak ada satu pun emosi yang diungkapkan secara frontal.


Makna yang Bergerak: Poststrukturalisme Mode On

Tokoh-tokohnya—nyonya, saya, nona—semua adalah tanda yang tidak pernah fix:

  • Nyonya bisa jadi ibu, rumah, masa lalu, atau bahkan keteduhan yang sebentar lagi hilang.
  • Saya adalah subjek yang kehilangan pegangan: perantau, kekasih, atau seseorang yang siap meninggalkan zona nyaman.
  • Nona adalah masa depan, tuntutan, atau suara hati yang mengajak beranjak.

Kalimat pamungkas “Tunaikan yang harus segera tunai” sengaja dibiarkan terbuka.
Itu bisa berarti:

  • pulang,
  • pergi,
  • mengakhiri hubungan,
  • atau menyelesaikan luka.

Semua makna valid, semua makna hidup.


Tema Utama: Perpisahan yang Tidak Diumumkan, Tapi Disulam Perlahan

Puisi ini enggak menjadikan perpisahan sebagai momen dramatis, melainkan proses yang tenang tapi menekan. Perpisahan digambarkan seperti:

  • hujan yang lama
  • perjalanan darat dan laut
  • benang yang dirajut
  • kembang yang belum mekar

Bukan sekali putus.
Tapi mengendap, lama, perlahan: perpisahan sebagai proses emosional, bukan klimaks.


Diksi yang Bikin Dekat: Sederhana Tapi dalam

Penggunaan bahasa sehari-hari—piama, wedang, pelukan—membuat puisi terasa dekat, kayak percakapan orang rumah. Tapi justru kesederhanaan ini jadi strategi estetis yang kuat.

Di sinilah genius Alfariezie:
kata-kata sederhana, tapi resonansinya kompleks.

Bukan puisi yang ribut, tapi puisi yang “diam dan menyentuh”.


Kesimpulan: Puisi yang Tenang di Permukaan, Tapi Ramai di Batin

“Malam Menyulam Perpisahan” adalah puisi yang:

  • lembut,
  • ambigu,
  • emosional,
  • dan penuh ruang kosong yang mengundang pembaca masuk.

Ia tidak menjelaskan perasaan—ia memantulkan perasaan pembacanya sendiri.

Dan di era Gen Z dan milenial yang hidup dengan perasaan yang sering tidak selesai, puisi seperti ini terasa sangat relevan: tenang, tapi penuh resonansi.***

Source: ALFARIEZIE
Tags: Analisis Puisikarya muhammad alfarieziekritik sastra gen zPUISIPuisi Indonesia
ShareTweetSendShare
Previous Post

Lampung Siap Jadi Role Model Pendidikan Nasional: Sekolah Terbuka Diusung sebagai Solusi Darurat Putus Sekolah

Next Post

“Kekayaan 40 Miliar Eka Afriana Bikin Heboh! Isu Aset Negara untuk SMA Siger Makin Panas, DPRD Diminta Bertindak Cepat!”

Next Post
“Kekayaan 40 Miliar Eka Afriana Bikin Heboh! Isu Aset Negara untuk SMA Siger Makin Panas, DPRD Diminta Bertindak Cepat!”

“Kekayaan 40 Miliar Eka Afriana Bikin Heboh! Isu Aset Negara untuk SMA Siger Makin Panas, DPRD Diminta Bertindak Cepat!”

Polisi All-Out Amankan IJTIMA Ulama Dunia 2025, TFG Ungkap Strategi Rahasia Pengamanan di Kota Baru

Polisi All-Out Amankan IJTIMA Ulama Dunia 2025, TFG Ungkap Strategi Rahasia Pengamanan di Kota Baru

No Result
View All Result

Berita Terbaru

Polisi All-Out Amankan IJTIMA Ulama Dunia 2025, TFG Ungkap Strategi Rahasia Pengamanan di Kota Baru

Polisi All-Out Amankan IJTIMA Ulama Dunia 2025, TFG Ungkap Strategi Rahasia Pengamanan di Kota Baru

25/11/2025
“Kekayaan 40 Miliar Eka Afriana Bikin Heboh! Isu Aset Negara untuk SMA Siger Makin Panas, DPRD Diminta Bertindak Cepat!”

“Kekayaan 40 Miliar Eka Afriana Bikin Heboh! Isu Aset Negara untuk SMA Siger Makin Panas, DPRD Diminta Bertindak Cepat!”

25/11/2025
Ambiguitas yang Bikin Baper: Puisi Muhammad Alfariezie yang Sukses “Nancep” di Ruang Psikis Gen Z

Ambiguitas yang Bikin Baper: Puisi Muhammad Alfariezie yang Sukses “Nancep” di Ruang Psikis Gen Z

25/11/2025
Lampung Siap Jadi Role Model Pendidikan Nasional: Sekolah Terbuka Diusung sebagai Solusi Darurat Putus Sekolah

Lampung Siap Jadi Role Model Pendidikan Nasional: Sekolah Terbuka Diusung sebagai Solusi Darurat Putus Sekolah

25/11/2025
SMA Swasta Siger, Harta Pemilik Miliaran, dan Sikap DPRD yang Bikin Publik Bertanya

SMA Swasta Siger, Harta Pemilik Miliaran, dan Sikap DPRD yang Bikin Publik Bertanya

25/11/2025
Saibetik.com

Saibetik.com bisa berkontribusi untuk pembangunan daerah, peningkatan ekonomi kerakyatan, mengajak masyarakat hidup sehat. Dengan membaca saibetik bisa lebih smart, trendy dan gaul.

  • Redaksi
  • Tentang Kami

© 2024 Saibetik.com - All Right Reserved

No Result
View All Result
  • BERANDA
  • POLITIK
  • LAMPUNG
    • Bandar lampung
    • Lampung Barat
    • lampung Selatan
    • Lampung Tengah
    • Lampung Timur
    • Lampung Utara
    • Mesuji
    • Metro
    • Pesawaran
    • Pesisir Barat
    • Pringsewu
    • Tanggamus
    • Tulang Bawang
    • Tulang Bawang Barat
    • Way Kanan
  • NASIONAL
  • HUKUM & KRIMINAL
  • BISNIS DAN KEUANGAN

© 2024 Saibetik.com - All Right Reserved