SAIBETIK– Gelombang peringatan dari para aktivis reformasi ’98 kembali mengguncang jagat politik Indonesia. Dalam rilis pers yang diterima redaksi, Gerakan Nasional ’98, Forbes Bhinneka Tunggal Ika, dan Gema Puan menyuarakan desakan tegas kepada seluruh elit politik untuk mengembalikan Pancasila sebagai fondasi demokrasi sejati di Tanah Air.
Fenomena politik saat ini menunjukkan sistem liberal yang semakin mengakar, di mana “ongkos politik tinggi” mempermudah mereka yang berkantong tebal untuk mendominasi kekuasaan. Para aktivis menegaskan, hal ini justru menempatkan kepentingan segelintir pihak di atas kepentingan rakyat. Mereka menilai, elit politik cenderung membawa kepentingan kelompok tertentu, bukan untuk kesejahteraan umum.
“Konstitusi kita, hasil musyawarah para founding fathers, dirancang untuk seluruh rakyat Indonesia. Nilai kekeluargaan, gotong royong, hingga musyawarah untuk mufakat tertulis jelas dalam Pancasila. Semua elemen bangsa, dari intelektual, profesional, budayawan, hingga rohaniawan, ikut menentukan arah negara. Ini harus kembali menjadi pedoman utama demokrasi kita,” tegas para aktivis dalam rilisnya.
Tiga Tuntutan Keras Aktivis ’98
Dalam pernyataannya, gerakan moral ini menyoroti tiga langkah strategis untuk menyelamatkan demokrasi:
1. Kembalikan Pancasila Sebagai Watak Demokrasi – Aktivis menuntut seluruh elit politik menegaskan kembali Pancasila sebagai jiwa konstitusi UUD 1945, agar prinsip ke-Tuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, dan Keadilan Sosial benar-benar menjadi dasar pengambilan kebijakan.
2. Bentuk Komisi Konstitusi Segera – Komisi ini akan mengevaluasi praktik politik dan sistem yang memicu korupsi sistemik secara masif. Komisi direncanakan melibatkan pakar hukum tata negara, utusan daerah, serta kelompok sosial-politik lainnya, untuk memastikan setiap keputusan politik berpihak pada rakyat.
3. Perkuat MPR Sebagai Lembaga Tertinggi – Aktivis menekankan pentingnya Majelis Permusyawaratan Rakyat kembali menjadi penentu arah pembangunan nasional, sehingga pembangunan dapat berjalan berkesinambungan dan sistematis, serta mampu menghadapi tantangan geopolitik global.
Aktivis menegaskan, tiga tuntutan ini bukan sekadar aspirasi politik, tetapi bagian dari panggilan kesejarahan mereka sebagai generasi reformasi ’98 yang merasa bertanggung jawab atas kondisi bangsa saat ini. “Sebagai gerakan moral, kami ingin demokrasi kembali sesuai dengan jati diri bangsa. Jangan sampai uang mengalahkan kepentingan rakyat,” tambah mereka.
Kolaborasi Lintas Gerakan
Rilis ini ditandatangani oleh berbagai organisasi, termasuk Gerakan Nasional ’98 (GN ’98), Forbes Bhinneka Tunggal Ika, Gema Puan, Solidaritas Buruh Nasional, dan Ikatan Alumni KM Jayabaya. Para aktivis menekankan bahwa kolaborasi lintas gerakan ini menunjukkan keseriusan mereka dalam memperjuangkan demokrasi yang berlandaskan Pancasila.
Dampak politik dari pernyataan ini diprediksi akan memicu perdebatan sengit di kalangan elit politik, sekaligus menjadi alarm bagi pemerintah untuk menata kembali fondasi demokrasi Indonesia agar lebih adil, transparan, dan berpihak pada rakyat.
Situasi ini menandai momentum penting bagi masyarakat untuk mengikuti perkembangan politik secara aktif, memahami dinamika kebijakan, dan menuntut akuntabilitas dari para pemimpin nasional. Aktivis ’98 menekankan, kesadaran kolektif dan partisipasi publik menjadi kunci agar Pancasila tetap menjadi pedoman hidup berbangsa dan bernegara.***










