SAIBETIK- Aparat Satreskrim Polresta Bandar Lampung berhasil menangkap seorang pelaku penggelapan dana yang melibatkan 106 mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung (Unila). Pelaku, yang diketahui bernama AT, dituduh menggelapkan dana untuk Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang seharusnya berlangsung selama 10 hari di Bandung, Yogyakarta, dan Bali.
Mahasiswa yang terlibat telah melunasi biaya perjalanan sebesar Rp 4,5 juta per orang, dengan total dana terkumpul mencapai lebih dari Rp 400 juta. Namun, rencana KKL yang dijadwalkan berangkat pada Selasa, 29 Oktober 2024, gagal terlaksana karena bus yang dipesan AT tidak muncul.
Kasatreskrim Polresta Bandar Lampung, Kompol M Hendrik Apriliyanto, menjelaskan, “Bus yang seharusnya mengangkut mahasiswa tak kunjung tiba karena pembayaran ke pihak bus baru dibayar sebagian oleh tersangka. Selain itu, pembayaran hotel di tiga kota tujuan hanya dilakukan sebesar 10 persen dari total biaya yang disepakati.” Pernyataan ini disampaikan saat konferensi pers di Mapolresta Bandar Lampung, Jumat (1/11/2024).
Dari pemeriksaan yang dilakukan, terungkap bahwa AT sudah berpengalaman dalam mengelola kegiatan serupa dan bahkan telah menjanjikan perjalanan ini di hadapan Kepala Program Studi FKIP Unila. Namun, alih-alih menggunakan dana tersebut untuk KKL, AT malah mengalihkan uang yang dibayarkan oleh mahasiswa untuk menutupi tunggakan dari kegiatan studi tur lainnya yang belum terselesaikan.
Hendrik menambahkan, motif penyelewengan dana ini terkait dengan kebijakan terbaru dari Dinas Pendidikan yang melarang pelaksanaan studi tur di tingkat SMA. Kebijakan ini berdampak negatif pada agenda-agenda AT sebelumnya, mendorongnya untuk nekat menggunakan dana KKL FKIP Unila sebagai solusi.
Saat ini, AT harus menghadapi konsekuensi hukum atas tindakannya. Menurut penyelidikan, AT bertindak sebagai pengelola kegiatan ini tanpa memiliki badan usaha resmi, serta tanpa melibatkan pihak lain. “Atas tindakannya, AT dijerat dengan Pasal 372 dan 378 tentang penipuan dan penggelapan, dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara,” pungkas Hendrik.***