SAIBETIK – Dugaan korupsi dana desa kembali mencuat setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap bahwa Rp2,35 miliar dari anggaran desa tahun 2016 diduga mengalir ke PT Tulang Bawang Maju Bersama (TBMB). Dana ini berasal dari penyertaan modal yang dilakukan oleh 47 kampung di Kabupaten Tulang Bawang, yang tersebar di Banjar Baru, Banjar Agung, Banjar Margo, dan Penawartama.
Setiap kampung menyetor Rp50 juta ke PT TBMB, namun belakangan diketahui bahwa dana tersebut digunakan tanpa mekanisme yang jelas. Selain itu, banyak penerima pinjaman yang belum mengembalikan uang, menimbulkan pertanyaan besar mengenai pengelolaan dana tersebut.
Pinjaman Tanpa Jaminan, Utang Menumpuk
Dalam sidang, saksi Eko Suprayitno mengungkap bahwa PT TBMB memberikan pinjaman kepada sejumlah individu, tanpa jaminan dan analisis kelayakan. Lebih mencurigakan, banyak penerima pinjaman memiliki keterkaitan dengan kepala kampung atau pejabat desa setempat.
“Hingga audit terakhir, masih banyak pinjaman yang belum dikembalikan. Total tunggakan mencapai Rp779 juta lebih, dan ini menjadi tanda tanya besar dalam pengelolaan dana desa,” ujar Eko dalam sidang.
Berdasarkan laporan, beberapa kepala kampung dan kelompok masyarakat menerima pinjaman dengan nominal beragam, mulai dari Rp10 juta hingga ratusan juta rupiah. Sebagian besar dari mereka belum melunasi kewajibannya.
Kuasa Hukum Janji Bongkar Aliran Dana
Tim kuasa hukum terdakwa Tobing Aprizal, yang terdiri dari Panji Nugraha AB, S.H., dan Harun Al Rasyid, S.H., berjanji akan membongkar aliran dana mencurigakan ini dalam sidang pada 12 Februari 2025.
“Kami tidak ingin klien kami dan Eko Suprayitno menjadi kambing hitam dalam kasus ini. Jika memang ada penyalahgunaan dana, maka semua pihak yang terlibat harus diperiksa,” tegas Panji Nugraha.
Mereka juga meminta Kapolda Lampung dan Kejati Lampung untuk segera memanggil dan memeriksa 47 kepala kampung yang menyertakan modal ke PT TBMB, serta menindak pihak-pihak yang belum melunasi utang mereka.
Masyarakat Menanti Kejelasan dan Penegakan Hukum
Kasus ini menjadi perhatian publik, mengingat dana desa seharusnya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan warga, bukan untuk investasi tanpa pertanggungjawaban. Jika terbukti ada penyimpangan, kasus ini berpotensi menyeret banyak pejabat kampung ke meja hijau.
Masyarakat kini menantikan tindakan tegas dari aparat penegak hukum untuk menelusuri aliran dana ini hingga ke akarnya.***