SAIBETIK — Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Pematank melaporkan kinerja Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia, terkait penanganan lima kasus tindak pidana korupsi (tipikor) yang diduga mangkrak. Laporan tersebut disampaikan di kantor Kejagung, Jakarta, dengan tujuan mendesak penuntasan kasus-kasus yang sudah terlalu lama terabaikan.
Lima kasus tersebut mencakup berbagai sektor, antara lain: dana hibah KONI Lampung 2020 sebesar Rp29 miliar, LPPM Unila 2020-2023 dengan total Rp1,28 miliar, penguasaan dan alih fungsi kawasan hutan di Kabupaten Way Kanan, mafia tanah di Kementerian Agama Kabupaten Lampung Selatan, serta dugaan tipikor proyek pembangunan daerah irigasi (DIR) Rawa Jitu SPP IPIL di Kabupaten Tulang Bawang-Mesuji dengan kerugian negara mencapai Rp14,346 miliar.
Ketua Umum DPP Pematank, Suadi Romli, yang hadir bersama pengacara publik Muhamad Ilyas, SH dari Menembus Batas (FMB) Law Firm, menyoroti lambannya penanganan kasus-kasus tersebut oleh Kejati Lampung. Ia menyatakan bahwa meskipun beberapa kasus telah dinaikkan statusnya ke penyidikan, tidak ada perkembangan yang berarti.
“Contohnya, kasus dana hibah KONI 2020 yang telah menetapkan dua tersangka namun belum juga dilimpahkan ke pengadilan,” ujar Romli. Ia menambahkan bahwa meskipun Kejati telah menaikkan status beberapa kasus menjadi penyidikan, seperti pada proyek DIR Rawa Jitu SPP IPIL, hingga kini proses penyidikan tidak menunjukkan kemajuan yang signifikan.
Romli juga menyoroti kasus dugaan tipikor PT Lampung Energi Perkasa (LEB), anak perusahaan Lampung Jasa Utama, di mana Kejati telah mengamankan barang bukti berupa uang sebesar Rp84 miliar. Namun, hingga saat ini, tidak ada perkembangan lebih lanjut terkait kasus tersebut.
Selain itu, Pematank juga melaporkan dugaan mafia tanah yang melibatkan penguasaan dan alih fungsi kawasan hutan di Way Kanan, serta kasus korupsi di Kementerian Agama Kabupaten Lampung Selatan, yang juga terkesan tidak ada tindak lanjut jelas dari Kejati Lampung.
Perbandingan dengan penanganan cepat kasus pembangunan gerbang rumah jabatan Bupati Lampung Timur, yang melibatkan mantan Bupati Dawam Rahardjo, memunculkan kesan bahwa ada perbedaan perlakuan dalam penanganan kasus-kasus korupsi. Romli menilai adanya dugaan ‘titipan’ dalam beberapa kasus yang membuat publik curiga terhadap keberpihakan Kejati dalam penegakan hukum.
“Dalam beberapa bulan, Kejati telah menetapkan tersangka dalam kasus pembangunan gerbang rumah jabatan Bupati Lamtim, namun untuk lima kasus lainnya, penanganannya sangat lambat,” ungkapnya.
Romli juga berharap agar Kejagung segera melakukan pengawasan dan menuntaskan lima kasus yang mangkrak ini. Ia mengimbau Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) untuk melakukan pemeriksaan terhadap jajaran Kejati, agar tidak muncul asumsi negatif di mata publik. Jika tidak ada tindak lanjut dari Kejagung, Pematank berencana meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan supervisi ketat terhadap penanganan kasus-kasus tersebut.***