SAIBETIK – Masyarakat Moro-Moro di Lampung hidup dalam ketidakpastian. Sekitar 3.000 jiwa yang menempati Register 45 sejak 1996 ini tak diakui sebagai warga negara. Minimnya dokumen kependudukan membuat mereka dicap sebagai “perambah hutan”. Akibatnya, pendidikan, kesehatan, dan bahkan rasa aman menjadi barang langka.
Isbedy Stiawan ZS, tak hanya diam melihat penderitaan ini. Penyair dan jurnalis senior ini mengangkat kisah pilu mereka dalam puisi esai berjudul “Dari Moro Moro (Negeri Asing Itu) hingga Tanah Jiran”. Isbedy, melalui puisinya, menggambarkan situasi ini sebagai “lebih kejam dari Belanda” – sebuah kritik pedas terhadap negara yang seharusnya melindungi, justru menzalimi rakyatnya sendiri.
Isbedy: Pahlawan Tanpa Pedang
Isbedy tak hanya bersenjatakan kata-kata indah. Sebagai jurnalis berpengalaman, ia juga menulis laporan investigatif untuk menyuarakan ketidakadilan yang dialami masyarakat Moro-Moro.
Sepanjang karirnya yang menginjak 50 tahun, Isbedy dikenal sebagai penulis yang teguh pada pendirian. Ia tak gentar menuangkan kritik sosial meski genre puisi esai kerap dikritik.
Bahkan di usia senja, semangat Isbedy tak kunjung padam. Produktivitasnya terus terjaga, menjadi inspirasi bagi siapa saja yang berjuang untuk keadilan.
Selamat ulang tahun, Isbedy Stiawan ZS! Semoga suaramu terus lantang membela mereka yang tersisihkan.
CATATAN
(1) List buku karya Isbedy Stiawan