SAIBETIK— Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid meminta seluruh pemerintah daerah di Provinsi Jawa Barat segera merevisi perencanaan tata ruang wilayahnya. Revisi tersebut mencakup Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) maupun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sebagai tindak lanjut amanat Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Permintaan itu disampaikan Menteri Nusron dalam Rapat Koordinasi bersama seluruh kepala daerah se-Jawa Barat yang digelar di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (18/12/2025). Dalam rapat tersebut, Menteri Nusron menegaskan bahwa pemerintah menargetkan persentase Lahan Baku Sawah (LBS) yang ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) mencapai 87 persen pada tahun 2029. Target tersebut dinilai krusial untuk menjaga ketahanan pangan nasional, khususnya di wilayah dengan tekanan alih fungsi lahan yang tinggi seperti Jawa Barat.
Menteri Nusron menyampaikan bahwa sejumlah daerah di Jawa Barat sebenarnya telah mencantumkan LP2B dalam dokumen tata ruangnya, namun belum memenuhi target persentase yang ditetapkan. Oleh karena itu, ia meminta agar perencanaan ruang tersebut segera direvisi agar sejalan dengan kebijakan nasional. “Kami minta tolong kepada Bapak/Ibu sekalian, ayo kita bersama-sama semua bagi yang sudah mencantumkan LP2B tapi belum mencapai 87 persen, revisi lagi perencanaan ruangnya,” ujar Nusron Wahid.
Untuk daerah yang mengalami kendala dalam proses penyusunan atau revisi RTRW dan RDTR, termasuk persoalan keterbatasan anggaran, Kementerian ATR/BPN menyatakan siap memberikan dukungan. Menteri Nusron menegaskan bahwa pemerintah pusat telah menyiapkan anggaran khusus untuk mempercepat penyusunan RDTR di berbagai daerah. Pada tahun mendatang, Kementerian ATR/BPN menargetkan penyelesaian sekitar 600 RDTR yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah, termasuk di Jawa Barat.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Nusron juga mengingatkan bahwa LP2B merupakan instrumen penting yang tidak boleh dialihfungsikan secara sembarangan. Alih fungsi lahan pertanian pangan hanya diperbolehkan untuk kepentingan tertentu, seperti Proyek Strategis Nasional dan kepentingan umum, dengan persyaratan yang sangat ketat sesuai Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009. Setiap alih fungsi wajib disertai penggantian lahan dengan ketentuan berlapis, mulai dari tiga kali lipat untuk lahan beririgasi hingga satu kali lipat untuk lahan tidak beririgasi.
Ia juga menegaskan bahwa lahan pengganti harus disediakan oleh pemohon, bukan oleh pemerintah, dan harus berasal dari lahan non-sawah yang kemudian dicetak menjadi sawah baru. Selain sanksi administratif, pelanggaran terhadap ketentuan LP2B dapat dikenai sanksi pidana hingga lima tahun penjara, termasuk bagi pejabat pemberi izin dan kepala daerah yang membiarkan pelanggaran terjadi.
Rapat koordinasi tersebut dirangkaikan dengan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Gubernur Jawa Barat, Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Barat, PTPN I, dan Perum Perhutani terkait sinergi rehabilitasi hutan dan lahan. Menteri Nusron juga menyerahkan sejumlah sertipikat tanah kepada masyarakat bersama Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.***










