SAIBETIK – Polda Lampung resmi menerima laporan dugaan pelanggaran hukum terkait perizinan SMA Siger Bandar Lampung. Laporan ini diajukan oleh penggiat kebijakan publik, Abdullah Sani, yang menyoroti adanya indikasi penyelenggaraan pendidikan ilegal di sekolah tersebut. Penerimaan laporan ditindaklanjuti oleh Unit 3 Subdit 4 Tipidter, yang kini tengah menyiapkan penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut.
Abdullah Sani menyampaikan kekhawatirannya terkait penggunaan sarana milik negara untuk operasional SMA Siger, padahal menurut peraturan perundangan, sekolah yang dikelola yayasan harus menggunakan fasilitas milik yayasan sendiri. “Ini jelas anomali. Bagaimana mungkin sarana milik negara digunakan untuk kegiatan pendidikan yang dikelola oleh yayasan?” ungkap Abdullah Sani saat memberikan keterangan. Ia menambahkan, laporan yang diajukan telah dilengkapi dengan bukti dokumen dan informasi valid selama satu bulan terakhir.
Adapun surat resmi yang menjadi dasar penyelidikan antara lain:
Surat Perintah Penyelidikan Nomor: SP.Lidik/509.a/Subdit-IV/2025/Reskrimsus, tanggal 31 Oktober 2025.
Surat Perintah Penyelidikan Nomor: SMP.Lidik/509.a/X/Subdit-IV/2025/Reskrimsus, bulan November 2025.
Abdullah menegaskan bahwa penyelidikan ini diharapkan memberikan titik terang terkait dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). “Jika terbukti melanggar, sanksi pidana bisa mencapai 10 tahun penjara dan denda miliaran rupiah,” jelasnya.
Informasi tambahan menunjukkan bahwa SMA Siger saat ini menumpang operasional di SMP Negeri 44 Bandar Lampung, dengan penggunaan fasilitas sekolah negeri tersebut sebagai lokasi kegiatan belajar mengajar. Sekolah ini berada di bawah Yayasan Siger Prakarsan Bunda, yang menurut dokumen Kemenkumham, dimiliki oleh sejumlah pejabat dan mantan pejabat pemerintah, termasuk Plt Kadisdikbud Kota Bandar Lampung Eka Afriana, mantan Plt Sekda Khaidarmansyah, Plt Kasubag Aset dan Keuangan Disdikbud Bandar Lampung Satria Utama, serta Didi Agus Bianto dan Suwandi Umar.
Kasus ini menuai perhatian publik karena menyangkut kredibilitas penyelenggaraan pendidikan, tata kelola aset negara, dan kepatuhan terhadap regulasi. Pakar hukum pendidikan menilai pentingnya penyelidikan yang transparan dan akuntabel agar tidak menimbulkan preseden negatif bagi sistem pendidikan dan pengelolaan yayasan di Indonesia.
Polda Lampung sendiri menegaskan komitmennya untuk menindaklanjuti laporan ini secara profesional. Proses penyelidikan akan melibatkan verifikasi dokumen, pemeriksaan saksi, serta audit penggunaan fasilitas sekolah negeri yang dipakai oleh yayasan. Dengan langkah ini, diharapkan penyelenggaraan pendidikan di Lampung tetap sesuai dengan regulasi dan menjamin hak masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang sah dan legal.***





