SAIBETIK— Suasana di Mapolres Lampung Barat mendadak menghangat pada Jumat sore, 21 November 2025. Puluhan anggota Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dengan atribut dan pakaian kebesaran mereka terlihat memasuki area markas, mendampingi Ketua Cabang PSHT Lampung Barat, Mayor Inf Suroto. Kehadiran mereka bukan untuk sebuah acara seremonial, melainkan menuntut keadilan atas tewasnya anggota mereka, Reno Ferdian, dalam sebuah insiden penusukan yang mengguncang warga setempat.
Rombongan PSHT Pusat Madiun NIC 068 disambut langsung oleh jajaran pejabat Polres Lampung Barat, termasuk Wakapolres, Kasat Reskrim, Kasat Intel, dan Kasi Propam. Pertemuan digelar secara tertutup, namun suasana haru dan kehati-hatian tampak jelas mengiringi setiap percakapan yang terjadi.
Mayor Suroto, dengan suara tegar yang berusaha menahan kesedihan, menjelaskan tujuan kedatangan mereka.
“Kami datang untuk meminta kepastian dan kebenaran atas tewasnya saudara kami. Tidak ada niat mengintervensi proses hukum. Kami hanya ingin penyelidikan dilakukan secara benar dan terbuka,” ucapnya.
Ia menegaskan bahwa PSHT sebagai organisasi besar menjunjung tinggi supremasi hukum. Namun dalam kasus yang menimbulkan duka mendalam ini, mereka berharap tidak ada celah kelonggaran atau tindakan yang kurang profesional.
“Kami percayakan kepada kepolisian, tetapi kami meminta keadilan ditegakkan setegas-tegasnya,” tegasnya.
Menanggapi permintaan tersebut, Kasat Reskrim Polres Lampung Barat, Iptu Rudi Prawira, yang hadir mewakili Kapolres AKBP Rinaldo Aser, memberikan jaminan bahwa pihaknya bekerja secara objektif dan transparan.
“Yang bersalah akan ditindak, dan yang berhak mendapat keadilan akan kami lindungi. Tidak ada yang kami tutupi,” ujarnya.
Rudi kemudian menyampaikan secara detail kronologi insiden yang menewaskan Reno Ferdian. Peristiwa terjadi pada Sabtu malam (15/11/25), sekitar pukul 21.00 WIB, di Puncak Rest Area Sindang Pagar, Kecamatan Sumber Jaya.
Menurut penyelidikan, Reno datang ke lokasi bersama beberapa temannya. Tidak lama kemudian, pelaku RD (16) muncul dengan rombongannya. Insiden bermula saat salah satu teman RD menendang genangan air hingga terciprat ke arah korban.
“Awalnya hanya persoalan kecil. Namun cekcok mulut mulai terjadi setelah itu,” jelas Rudi.
Ketegangan sempat mereda ketika rombongan pelaku meninggalkan lokasi. Namun bukannya selesai, situasi justru kembali memanas saat mereka kembali ke tempat kejadian.
“Salah satu teman pelaku sempat menantang korban berkelahi. Reno menolak, tetapi justru itulah yang memicu situasi semakin kacau,” imbuhnya.
Dalam kondisi yang semakin tak terkendali, RD tiba-tiba mengeluarkan pisau dari balik jaketnya dan langsung menusuk dada Reno. Serangan mendadak itu membuat korban roboh, sementara teman-temannya berusaha memberikan pertolongan. Reno sempat dilarikan ke puskesmas, tetapi nyawanya tidak dapat diselamatkan.
Rudi menegaskan bahwa meski pelaku masih berusia 16 tahun, proses hukum tetap dilakukan sesuai prosedur Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH).
“RD sudah ditempatkan di sel khusus anak. Kami terapkan Pasal 338 KUHP dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara,” katanya.
Dalam pertemuan tersebut, PSHT kembali menegaskan bahwa mereka tidak menginginkan kasus ini berpolemik atau dimanfaatkan pihak tertentu. Mereka meminta agar proses hukum dijalankan hingga tuntas tanpa adanya toleransi terhadap tindakan kriminal yang menghilangkan nyawa orang lain.
“Reno bukan hanya anggota kami, tetapi saudara kami. Kami ingin keadilan ditegakkan sepenuhnya,” ujar Suroto dengan suara berat.
Pihak kepolisian memastikan akan memberikan perkembangan penyelidikan secara berkala kepada keluarga korban dan pihak PSHT. Mereka juga meminta masyarakat tidak terprovokasi serta mempercayakan proses hukum kepada aparat berwenang.
Diketahui, Tekab 308 Polres Lampung Barat bergerak cepat menangkap RD kurang dari 24 jam setelah kejadian, tepatnya di rumah orang tuanya. Penangkapan berlangsung tanpa perlawanan, menjadi bukti keseriusan aparat dalam mengusut kasus ini.
Kasus Reno Ferdian kini menjadi perhatian publik dan menjadi pengingat bahwa kekerasan sekecil apa pun dapat berujung tragis jika tidak dikendalikan. Masyarakat berharap keadilan benar-benar ditegakkan agar kasus serupa tidak terulang.***







