SAIBETIK– Dunia pendidikan di Bandar Lampung kembali menjadi sorotan publik setelah Sekretaris Jenderal Laskar Lampung, Panji Padang Ratu, menyoroti fenomena rangkap jabatan yang dilakukan oleh seorang kepala sekolah. Kasus yang menjadi perhatian ini terkait Plh Kepala Sekolah Siger 2 yang juga menjabat sebagai Kepala Sekolah SMP Negeri 44 Bandar Lampung.
Panji menyebut kondisi ini sebagai “Fenomena Dua Tuan, Dua Tanggung Jawab”. Ia menekankan bahwa profesi kepala sekolah menuntut komitmen penuh terhadap pengelolaan satu lembaga pendidikan. Dengan mengemban dua posisi berbeda—satu di sekolah swasta dan satu di sekolah negeri—dikhawatirkan kualitas manajemen, fokus pengajaran, dan integritas layanan pendidikan menjadi terpecah.
“Dunia pendidikan harus dikelola profesional dan transparan. Tidak boleh ada praktik asal-asalan yang bisa merugikan siswa, guru, maupun masyarakat,” tegas Panji.
Lebih jauh, Panji menyoroti potensi konflik kepentingan yang mungkin timbul. Sekolah negeri dan swasta memiliki mekanisme pendanaan, regulasi, dan sistem pengawasan yang berbeda. Jika satu orang memimpin dua lembaga yang berbeda secara administratif dan finansial, keputusan strategis yang diambil berisiko menimbulkan benturan kepentingan. “Misalnya dalam pengelolaan anggaran atau kebijakan sekolah, siapa yang menjadi prioritas? Ini harus dijawab dengan jelas,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa praktik rangkap jabatan bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah. Regulasi ini menegaskan bahwa seorang guru dapat diberikan tugas memimpin satu satuan pendidikan untuk meningkatkan mutu layanan. “Bagaimana mungkin kepala sekolah bisa mengelola mutu pendidikan jika harus membagi waktu, tenaga, dan tanggung jawab untuk dua lembaga berbeda?” kata Panji.
Selain aspek profesional, Panji mempertanyakan dasar hukum atau izin resmi yang memungkinkan seorang kepala sekolah negeri menjabat juga sebagai Plh Kepala Sekolah di sekolah swasta. “Apakah ada izin tertulis dari Dinas Pendidikan atau Kementerian? Tanpa izin resmi, ini jelas pelanggaran etika jabatan dan bisa menyalahi aturan kepegawaian,” jelasnya.
Panji menekankan dampak serius dari praktik ini, baik dari sisi etika, hukum, maupun kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan. Kepala sekolah adalah figur teladan dan penentu arah kebijakan sekolah. Jika posisi ini dijalankan tanpa regulasi yang jelas, integritas lembaga pendidikan bisa dipertaruhkan.
Laskar Lampung mendesak pihak terkait, termasuk Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung, untuk segera melakukan audit dan pemeriksaan terhadap kasus ini. Tujuannya untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan wewenang, pelanggaran aturan, atau praktik yang merugikan siswa dan masyarakat luas. Panji menegaskan, “Kami menuntut transparansi penuh dan tindakan tegas jika ditemukan pelanggaran, agar dunia pendidikan tetap bersih, profesional, dan kredibel.”
Kasus ini juga membuka diskusi publik lebih luas mengenai pentingnya pengawasan jabatan di lembaga pendidikan dan mekanisme pencegahan agar fenomena rangkap jabatan tidak menurunkan kualitas pendidikan di Indonesia.***







