SAIBETIK– Kasus pinjam pakai aset pemerintah untuk SMA Siger kini makin panas dan menyeret banyak pihak. Polemik yang awalnya hanya berupa perdebatan administratif, kini berkembang menjadi dugaan penyalahgunaan aset negara dan berpotensi masuk ranah hukum. Plt Kasubag Aset dan Keuangan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Bandar Lampung, Satria Utama, yang juga menjabat sebagai sekretaris Yayasan Siger Prakarsa Bunda, hingga kini belum memberikan klarifikasi soal keberadaan dokumen penting Berita Acara Serah Terima (BAST) pinjam pakai aset pemerintah yang digunakan SMA Siger.
Upaya media untuk mendapatkan konfirmasi langsung dilakukan pada Senin, 11 November 2025 sekitar pukul 09.45 WIB di kantor Disdikbud Bandar Lampung. Namun, pegawai di ruang aset dan keuangan menyebut Satria sedang tidak di tempat karena tengah menghadiri kegiatan di Mandala. “Sedang keluar ada kegiatan di Mandala,” ujar seorang pegawai laki-laki yang berada di ruangannya.
Pegawai tersebut bahkan memberikan nomor WhatsApp pribadi Satria Utama agar dapat dihubungi langsung. Namun hingga berita ini diterbitkan, pesan konfirmasi yang dikirimkan tidak kunjung mendapat jawaban, meski sudah berstatus centang dua. Pertanyaan terkait administrasi pinjam pakai tanah, gedung, dan sarana prasarana di SMP Negeri 38 serta SMP Negeri 44 Bandar Lampung untuk keperluan SMA Siger pun masih menggantung tanpa kejelasan.
Sebelumnya, Kepala Bidang Pendidikan Dasar (Kabid Dikdas) Disdikbud Kota Bandar Lampung, Mulyadi, sempat memberikan konfirmasi pada September 2025 bahwa memang ada pinjam pakai aset sekolah negeri. Namun ketika diminta bukti administrasinya, ia enggan menunjukkan dokumen atau foto surat resminya. Hal ini memunculkan tanda tanya besar terkait keabsahan prosedur pinjam pakai aset yang bersumber dari APBD tersebut.
Padahal, dokumen administratif seperti BAST merupakan syarat wajib yang diatur dalam peraturan perundangan. Berdasarkan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah yang kemudian diperbarui melalui Permendagri Nomor 7 Tahun 2024, setiap penggunaan aset milik negara atau daerah harus memiliki BAST sebagai bukti sah pinjam pakai.
Praktisi hukum Hendri Adriansyah, SH, MH, telah mengingatkan jauh-jauh hari mengenai pentingnya administrasi ini. “Aturan pinjam pakai itu sudah jelas diatur. Kalau tidak ada dokumen BAST-nya, maka bisa berindikasi melanggar pasal 372 KUHP tentang penggelapan dan pasal 480 KUHP tentang penadahan aset negara,” ujarnya pada 13 September 2025. Ia menegaskan, pelanggaran terhadap pasal-pasal tersebut dapat berujung pada ancaman pidana hingga empat tahun penjara.
Kini, peringatan Hendri bukan sekadar wacana. Penggiat kebijakan publik, Abdullah Sani, telah melaporkan dugaan penyalahgunaan aset negara ini ke Unit 3 Subdit 4 Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Polda Lampung pada awal November 2025. Laporan itu resmi diterima dan tengah diproses oleh aparat kepolisian. Kasus ini pun menjadi sorotan luas masyarakat dan pengamat kebijakan publik di Lampung.
Pertanyaannya kini, apakah penyelenggaraan SMA Siger yang diklaim sebagai sekolah gratis untuk warga pra-sejahtera Bandar Lampung justru akan berujung pada kasus hukum?
Sebelum kasus ini mencuat ke Polda Lampung, sejumlah legislator Provinsi Lampung sudah lebih dulu mengingatkan adanya potensi pelanggaran dalam operasional SMA Siger. Pasalnya, sekolah tersebut sudah membuka pendaftaran siswa baru pada 9–10 Juli 2025, meski izin resmi dan legalitas operasionalnya belum jelas.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Provinsi Lampung yang juga Ketua DPW PKS Lampung, Ade Utami Ibnu, menilai kebijakan pendirian SMA Siger tidak mencerminkan asas keadilan dalam dunia pendidikan. “Kalau memang niatnya untuk membantu rakyat dan pendidikan gratis, kenapa tidak menggunakan sekolah swasta yang sudah ada? Banyak sekolah swasta muridnya sedikit dan guru-guru kekurangan jam mengajar. Kebijakan ini harus adil dan tepat sasaran,” ujarnya dalam wawancara bersama Axelerasi.id, Senin 14 Juli 2025.
Ia juga menekankan pentingnya pemerintah menjadi teladan dalam penegakan aturan. “Jangan sampai belum punya izin tapi sudah melakukan penerimaan siswa. Sekolah swasta saja harus menunggu izin keluar dulu sebelum membuka pendaftaran.”
Nada serupa datang dari anggota Komisi V DPRD Provinsi Lampung Fraksi Gerindra, Andika Wibata, yang juga menyoroti dampak kasus ini terhadap masa depan anak-anak. “Jangan sampai anak-anak sudah sekolah, tapi ijazahnya nanti tidak bisa diterbitkan. Itu jelas merugikan hak mereka,” tegasnya seperti dikutip dari LE News.id, Jumat 11 Juli 2025.
Publik kini menanti kejelasan sikap Disdikbud Bandar Lampung yang dinilai masih bungkam di tengah derasnya sorotan dan desakan transparansi. Apakah lembaga ini akan segera buka suara, atau justru memilih diam hingga proses hukum berjalan? Yang pasti, aroma dugaan konflik kepentingan dan penyalahgunaan aset negara dalam kasus SMA Siger telah menjadi perhatian besar publik Lampung dan nasional.***







