SAIBETIK– Forum Muda Lampung (FML) kembali menggelar aksi demonstrasi jilid II di depan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI pada Kamis, 22 Oktober 2025. Aksi lanjutan ini menyoroti polemik dana hibah senilai Rp60 miliar dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung yang menuai kontroversi publik. Massa FML tidak hanya membawa poster dan spanduk, tetapi juga melakukan aksi simbolis yang unik untuk menegaskan desakan mereka agar Kejagung segera menuntaskan kasus ini.
Dalam aksi kali ini, FML memberikan produk obat herbal “Tolak Angin” kepada petugas Kejagung. Pemberian ini menjadi simbol agar aparat penegak hukum tidak “masuk angin,” dalam arti tidak kehilangan fokus atau lambat dalam menangani laporan yang sudah dilayangkan. Menurut para demonstran, simbol ini juga sebagai kritik satir terhadap lambatnya tindak lanjut penyelidikan hibah Rp60 miliar yang dianggap bermasalah.
Tidak hanya itu, beberapa demonstran juga melakukan ritual “kerokan massal” di depan kantor Kejagung. Aksi ini bertujuan untuk memberikan pesan simbolis: jika Kejagung sudah terlanjur “masuk angin” atau kehilangan momentum, maka perlu segera “dikerok” agar kembali bersemangat dalam menegakkan hukum. Ritual ini mendapat perhatian publik karena menggabungkan unsur kreativitas dan kritik tegas terhadap penegakan hukum yang dianggap lamban.
Sekretaris Jenderal FML, M. Iqbal Farochi, menyampaikan kekecewaannya atas minimnya progres dari laporan yang telah mereka layangkan pada aksi jilid I pekan lalu. Laporan tersebut mendesak Jamwas Kejagung untuk melakukan audit dan investigasi menyeluruh terkait pemberian hibah Rp60 miliar, termasuk pemeriksaan terhadap 13 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkot Bandar Lampung dan Walikota. “Kami datang lagi untuk menagih janji dan progres. Jangan sampai Kejagung terkesan menutup mata atau sengaja mengulur waktu. Hibah Rp60 miliar di tengah kondisi defisit dan jeritan rakyat soal banjir serta infrastruktur ini jelas merusak rasa keadilan,” tegas Iqbal.
Iqbal juga menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus ini. “Kami mendesak Kejagung untuk segera bertindak cepat dan terbuka kepada publik. Integritas aparat hukum harus terjaga, terutama karena adanya potensi konflik kepentingan antara pihak pemberi dan penerima hibah,” ujar Iqbal, menambahkan bahwa masyarakat Lampung dan seluruh Indonesia mengawasi langkah penegak hukum secara ketat.
Selain aksi simbolik, FML juga membagikan selebaran dan dokumen yang menyoroti dugaan penyalahgunaan dana hibah. Dalam selebaran tersebut, mereka merinci bagaimana alokasi dana hibah Rp60 miliar yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik justru menjadi sorotan karena berpotensi merugikan masyarakat. “Kami ingin Kejagung tidak hanya menindaklanjuti laporan, tapi juga memberikan edukasi publik tentang pentingnya pengawasan dana hibah dan pencegahan praktik penyalahgunaan APBD,” tambah Iqbal.
FML menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Mereka memperingatkan bahwa jika Kejagung tidak menunjukkan sikap tegas dan progres signifikan dalam waktu dekat, aksi-aksi lanjutan dengan skala lebih besar akan dilakukan. “Supremasi hukum harus tegak, tidak boleh dikalahkan oleh oligarki lokal. Kami akan memastikan suara rakyat didengar dan kasus ini tidak berlalu begitu saja,” pungkas Iqbal.***








