SAIBETIK- Lampung Utara kembali jadi sorotan setelah insiden keracunan massal menimpa puluhan siswa SMA Negeri 4 Kotabumi pada Senin (29/9/2025). Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai kebijakan strategis pemerintah justru menimbulkan duka. Alih-alih menyehatkan, menu yang dibagikan di sekolah malah membuat siswa terkapar dengan gejala serius.
Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Lampung Utara, Drs. Ahmad Alamsyah, MM, menyebutkan ada 51 siswa yang terpaksa dilarikan ke rumah sakit. Dari jumlah itu, 32 siswa dirawat di RS Handayani dan 19 lainnya di RSU Ryacudu. Mereka mengalami mual, muntah, sakit perut, hingga pusing setelah menyantap menu makan siang MBG. “Gejalanya muncul tidak lama setelah mereka makan, sehingga indikasinya kuat berasal dari makanan yang disajikan,” jelasnya.
Kesaksian siswa semakin memperkuat dugaan adanya kelalaian dalam distribusi makanan. Seorang siswi kelas 12 mengungkap bahwa menu ayam yang dibagikan sudah berlendir dan berbau tidak sedap. Meski sempat diganti dengan ayam baru, efeknya tetap fatal. “Ayam pertama sudah berlendir dan baunya tidak enak. Setelah diganti, kami makan, tapi tidak lama teman-teman mulai tumbang satu per satu,” ungkapnya dengan nada kecewa.
Kejadian ini menambah panjang daftar catatan buruk program MBG di sejumlah daerah. Publik pun bertanya-tanya soal standar kebersihan, kualitas bahan, serta mekanisme pengawasan program. Alih-alih memberi jaminan gizi seimbang, kasus ini justru menimbulkan trauma bagi siswa dan orang tua.
Pakar kesehatan dari Universitas Lampung menilai bahwa kasus ini tidak boleh dianggap remeh. “Keracunan massal yang melibatkan anak sekolah adalah alarm bahaya. Pemerintah harus memastikan rantai distribusi, mulai dari penyimpanan, transportasi, hingga penyajian benar-benar memenuhi standar kesehatan. Kalau tidak, program sebesar MBG justru akan menjadi bumerang,” katanya.
Orang tua siswa juga meluapkan kekhawatiran mereka. Banyak yang merasa kecewa dan menuntut pemerintah bertanggung jawab. “Kami mendukung program pemerintah, tapi jangan sampai anak-anak kami jadi korban. Kalau makanan tidak layak, lebih baik program ini dihentikan atau dievaluasi total,” tegas seorang wali murid dengan nada geram.
Dampak insiden ini bukan hanya soal kesehatan siswa, tapi juga menyangkut kredibilitas pemerintah dalam mengelola program nasional. Desakan publik kini mengalir deras agar aparat terkait, mulai dari Dinas Kesehatan hingga pihak kepolisian, segera melakukan investigasi menyeluruh. Sampel makanan perlu diperiksa di laboratorium untuk memastikan penyebab pasti keracunan.
Kejadian ini juga memunculkan tuntutan agar penyedia jasa katering ditindak tegas bila terbukti lalai. Tak hanya itu, mekanisme evaluasi di tingkat pusat dan daerah harus dilakukan agar insiden serupa tidak terulang. Jika tidak, kepercayaan masyarakat terhadap program MBG bisa runtuh.
Peristiwa di SMA Negeri 4 Kotabumi menjadi pengingat bahwa program makan bergizi tidak boleh berhenti pada retorika politik. Hak anak atas makanan sehat dan aman harus benar-benar dijamin. Tanpa pengawasan ketat dan tanggung jawab penuh, program ini hanya akan menjadi beban baru, bukan solusi.***