SAIBETIK– Dunia pendidikan di Lampung kembali diguncang polemik. Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal bersama DPRD Provinsi Lampung tengah menggodok rencana pembangunan jurusan seni baru di SMK Negeri 5 Bandar Lampung dan bahkan membuka SMK baru khusus seni di Taman Budaya Lampung. Namun, di balik sorotan publik terhadap gagasan ini, SMK swasta justru kian merintih, terpuruk tanpa sokongan dana Bosda dan BOP yang selama ini menjadi penopang utama keberlangsungan mereka.
Rencana pembukaan jurusan seni dan SMK baru berawal dari dialog Dewan Kesenian Lampung dengan Dirjen Kebudayaan RI. Ide ini kemudian digulirkan anggota Komisi V DPRD Lampung dari Partai Demokrat, Deni Ribowo, yang langsung menyampaikan gagasan tersebut kepada Gubernur. Respons gubernur pun mengejutkan: instruksi untuk segera memproses pendirian sekolah baru langsung dilontarkan.
“Lampung punya DNA seni dan budaya. Banyak anak-anak kita yang minatnya tidak ke SMA atau SMK umum, tetapi justru ke bidang seni musik, tari, dan rupa. Maka perlu ada SMK yang mewadahi,” ujar Deni Ribowo, mengutip pernyataannya, Senin (22/9/2025).
Sayangnya, euforia pendirian sekolah baru ini justru menimbulkan luka bagi SMK swasta. Para kepala sekolah swasta di Bandar Lampung merasa semakin dianaktirikan. Kekecewaan mereka sudah memuncak sejak tahun 2025 ketika alokasi Bosda untuk SMK swasta ditiadakan, diperparah dengan nihilnya dana BOP pada 2026 karena alasan kas keuangan daerah yang disebut tak memadai.
Tak berhenti di sana, para kepala sekolah swasta juga menuding Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Lampung lemah dalam pengawasan penerimaan siswa baru. Kasus di SMK Negeri 5 Bandar Lampung jadi sorotan: sekolah ini memiliki 1.428 murid dengan 44 rombel, namun hanya tersedia 26 ruang kelas. Artinya, ada 18 rombel yang tidak jelas di mana melaksanakan proses belajar mengajar.
“Kalau kondisi kelas saja sudah tidak mencukupi, bagaimana mungkin masih mau menambah jurusan baru? Ini kebijakan yang jelas tidak rasional,” ungkap salah satu kepala sekolah swasta dengan nada kecewa.
Belum selesai, masalah semakin runyam ketika muncul sekolah ilegal bernama SMA Siger yang didirikan Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana. Keberadaan sekolah ini dinilai merugikan sekolah swasta dan melanggar aturan. Ironisnya, Kadis Disdikbud Lampung Thomas Amirico justru beralasan bahwa pihaknya tidak bisa menutup sekolah tersebut karena belum memiliki izin resmi.
“Bagaimana mau menutup kalau izinnya saja tidak ada? Nanti mereka sendiri yang rugi karena tidak bisa masuk Dapodik,” ujar Thomas, Sabtu (27/9/2025).
Pernyataan ini membuat kepala sekolah swasta semakin marah. Mereka merasa dikhianati karena sebelumnya DPRD, khususnya Komisi V, telah berjanji akan menindaklanjuti aspirasi para kepala sekolah swasta usai hearing terkait masalah penerimaan siswa baru dan sekolah ilegal. Namun hingga kini, janji itu tidak pernah terealisasi. Ketua Komisi V DPRD Lampung, Yanuar dari Fraksi PDIP, pun memilih bungkam dalam rentetan polemik ini.
Situasi ini kian memperburuk kepercayaan SMK swasta terhadap pemerintah daerah. Mereka menilai seluruh ekosistem pendidikan, mulai dari Gubernur, DPRD, Disdikbud, hingga Dewan Kesenian Lampung dan Dirjen Kebudayaan, telah bersekongkol tanpa mempertimbangkan nasib sekolah swasta yang berjuang di tengah keterbatasan.
Kini muncul pertanyaan besar: Apakah rencana pembangunan SMK baru ini benar-benar demi memajukan pendidikan seni di Lampung, atau hanya proyek politik yang mengorbankan keberlangsungan sekolah swasta? Jika kebijakan terus dibiarkan timpang, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan, SMK swasta di Bandar Lampung akan gulung tikar, meninggalkan dominasi sekolah negeri yang justru sarat masalah kapasitas dan pengelolaan.***