SAIBETIK– Nama Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana, kembali jadi sorotan publik. Julukan “The Killer Policy” yang melekat padanya semakin menguat usai tampil dalam podcast Helmy Yahya Bicara yang tayang di YouTube pada Minggu, 21 September 2025.
Dalam kesempatan itu, Eva menegaskan dirinya berkomitmen menjalankan amanah sebagai pemimpin. “Saya janji, saya bekerja ini amanah. Jadi kesempatan yang ada ini saya akan lakukan sebaik-baiknya,” ujarnya.
Namun, di balik pernyataan tersebut, kontroversi justru semakin menyeruak. Salah satunya terkait kebijakan mendirikan SMA swasta bernama Siger, yang hingga kini belum terdaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dan bahkan belum diakui oleh Dinas Pendidikan Provinsi Lampung.
Akibatnya, lebih dari 50 murid terjebak dalam ketidakjelasan status sekolah. Alih-alih memberi solusi pendidikan gratis, kebijakan ini justru dianggap menyalahi aturan, sekaligus melangkahi wewenang pemerintah provinsi.
Tidak hanya itu, langkah Eva juga dinilai berpotensi menjerumuskan pihak yayasan, kepala sekolah, hingga pejabat Pemkot Bandar Lampung seperti BPKAD dan Disdikbud ke dalam pusaran hukum terkait indikasi penggelapan aset negara.
Ironisnya, fungsi kontrol legislatif DPRD Kota Bandar Lampung tampak melemah. Dua srikandi politik, Heti Friskatati dari Golkar dan Mayang Suri Djausal dari Gerindra, memilih diam di tengah derasnya kritik publik. Bahkan, Ketua DPRD menyerahkan bola panas persoalan ini kepada Ketua Komisi IV, Asroni Paslah, yang juga enggan terbuka soal polemik pendidikan tersebut.
Padahal, kebijakan Eva Dwiana disebut-sebut melanggar sedikitnya sembilan regulasi penting, antara lain:
1. Permendikbudristek RI Nomor 36 Tahun 2014
2. Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2001
3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 66 Tahun 2010
4. Permendikdasmen Nomor 1 Tahun 2025
5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
6. Perwali Kota Bandar Lampung Nomor 7 Tahun 2022
7. Perda Bandar Lampung Nomor 4 Tahun 2021
8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
9. Permendagri Nomor 7 Tahun 2024
Dengan sederet pelanggaran yang ditudingkan, kontroversi Eva Dwiana diperkirakan belum akan mereda. Publik kini menanti, apakah langkah hukum akan benar-benar menjerat, atau politik kembali jadi panggung kompromi.***