SAIBETIK– Pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung menunjukkan tren positif dengan capaian 5,09 persen pada triwulan II 2025, melampaui rata-rata pertumbuhan kawasan Sumatra. Kinerja ini menandakan bahwa Lampung berhasil menjaga momentum pemulihan ekonomi dan sekaligus memperkuat posisinya sebagai lumbung pangan serta pusat produksi komoditas strategis nasional.
Hal ini disampaikan Staf Ahli Gubernur Lampung Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan, Bani Ispriyanto, mewakili Gubernur Rahmat Mirzani Djausal, saat membuka Diseminasi Laporan Perekonomian Provinsi Lampung yang digelar Bank Indonesia Perwakilan Lampung di Ballroom Hotel Novotel, Kamis (11/9/2025).
Forum yang mengusung tema “Sinergi Memperkuat Hilirisasi Komoditas Unggulan sebagai Motor Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan” ini menghadirkan jajaran pejabat Kementerian Perindustrian, pelaku usaha besar seperti PT Great Giant Pineapple dan PT Kurnia Alam, pimpinan perbankan, akademisi, serta asosiasi pelaku usaha. Kegiatan ini menjadi wadah strategis untuk memetakan peluang hilirisasi komoditas unggulan di Lampung.
Bani menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Lampung yang solid harus diperkuat melalui hilirisasi. “Sektor pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan harus menjadi motor penggerak ekonomi, tidak hanya sebagai penghasil bahan mentah, tetapi diolah menjadi produk bernilai tambah tinggi,” ujarnya. Hilirisasi ini selaras dengan RPJMN 2025–2029 yang menekankan pembangunan industri pengolahan komoditas unggulan yang padat karya, berteknologi tinggi, dan berorientasi ekspor.
Dalam 100 hari kerja terakhir, Pemprov Lampung telah menyalurkan 24 unit dryer padi dan 4 mesin penepung mockup kepada kelompok tani dan UMKM, sebagai bagian dari penguatan rantai pasok pangan. Dukungan pembiayaan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), dana desa, hingga koperasi, juga dioptimalkan untuk meningkatkan produktivitas petani dan UMKM.
“Keberhasilan hilirisasi membutuhkan sinergi seluruh pihak, mulai dari pemerintah pusat, provinsi, hingga desa. Dunia usaha perlu memperkuat kemitraan dengan petani, akademisi menghadirkan inovasi teknologi pascapanen, sementara perbankan menyalurkan pembiayaan untuk sektor produktif,” lanjut Bani.
Dalam forum tersebut, talkshow yang dimoderatori Jurnalis Metro TV, Jessica Wulandari, menghadirkan empat narasumber profesional, yaitu Kepala Bank Indonesia Perwakilan Lampung Bimo Epyanto, Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian RI Yulia Astuti, Direktur Corporate PT Great Giant Pineapple Welly Soegiono, dan Executive Director PT Sumber Karunia Alam Mulyono Susilo. Diskusi membahas strategi hilirisasi, potensi ekspor, serta kolaborasi multi-pihak antara pemerintah, industri, dan akademisi.
Kepala Bidang Perencanaan Perekonomian BAPPEDA Lampung, Ridwan Saifuddin, menambahkan bahwa hilirisasi menjadi instrumen utama sejalan dengan RPJMD dan RPJPD Lampung. Pendekatan share value diterapkan untuk meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat, namun Ridwan mengakui tantangan yang dihadapi cukup besar, sehingga kolaborasi antara industri swasta, akademisi, petani, UMKM, dan pemerintah pusat menjadi kunci keberhasilan.
Sementara itu, Subhan Siafari, Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Lampung, menyatakan bahwa Dinas Perkebunan aktif melakukan peningkatan produktivitas dan populasi tanaman, serta menjalin kemitraan strategis dengan berbagai pihak untuk memperkuat hilirisasi sektor perkebunan.
Dari sisi akademisi, Arivina Ratih, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung, menekankan pentingnya pemberdayaan sumber daya lokal untuk menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi. Ia menyoroti tantangan iklim investasi, integrasi pendidikan dengan hilirisasi, serta implementasi kebijakan di lapangan yang harus mendapatkan perhatian serius semua pemangku kepentingan.
Diskusi ini diharapkan mendorong rekomendasi konkret bagi pembangunan hilirisasi produk unggulan Lampung, sekaligus mempercepat transformasi ekonomi, mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah, dan menjadikan Lampung sebagai sentra industri agro yang berkelanjutan, inklusif, dan kompetitif di tingkat nasional maupun global.***