SAIBETIK- Karya “Negeri yang Rusak karena Aki dan Komputer” oleh Muhammad Alfariezie menghadirkan prosa liris satir yang memadukan bahasa sehari-hari dengan imaji absurd untuk menyingkap ironi politik dan birokrasi di Indonesia, terutama dalam konteks daerah. Melalui karya ini, Alfariezie menyoroti kerusakan tata kelola pemerintahan, sekaligus menampilkan kegagalan kolektif rakyat dalam menjalankan demokrasi dengan bijak.
Negeri yang Rusak karena Aki dan Komputer
Pegawai negeri gagal mengerjakan laporan
karena yang wali kota bawa komputer rusak
sehingga kantor sepi dan penjara sumpek
sebab kerja KPK menangkap semua pimpinan instansi
Pegawai negeri terjebak di titik kumpul
dan terpaksa panas-panasan menunda wisata
karena yang dibeli gubernur aki rusak
sedangkan hari minggu semua bengkel tutup
Sial mereka karena ketika pilkada, ibu-ibu tidak
seperti membeli buah atau sayur
Kasihan mereka karena saat pemilihan kepala daerah,
anak muda tidak jelih seperti membeli thrifting
2025
Tema dan Relevansi
Tulisan ini menyoroti kerusakan tata kelola pemerintahan melalui metafora sederhana namun kuat: komputer rusak, aki rusak, dan pilihan rakyat yang sembrono. Kritiknya menyasar pejabat publik yang lalai sekaligus rakyat yang tidak serius dalam memilih pemimpin. Dengan demikian, karya ini memunculkan pesan demokrasi yang pincang akibat ketidakseriusan kolektif, menunjukkan bahwa baik penguasa maupun masyarakat memiliki peran dalam kegagalan struktural.
Gaya dan Bentuk
Alfariezie menggunakan gaya satir yang dipadukan dengan nuansa liris, menggabungkan ritme repetitif dengan diksi sehari-hari. Ungkapan seperti “ibu-ibu tidak seperti membeli buah” dan “anak muda tidak jelih seperti membeli thrifting” terdengar ringan, tetapi menyimpan kritik pedas tentang ketidakmampuan masyarakat memahami tanggung jawab politik. Struktur prosa tidak linear, melainkan terdiri dari fragmen-fragmen absurd yang menyusun gambaran negara yang rusak, menciptakan efek ketidakpastian yang menekankan absurditas situasi.
Kekuatan
Keberanian metaforis: Alfariezie menggunakan benda sehari-hari seperti aki, komputer, buah, dan thrifting untuk mewakili persoalan serius, memberikan perspektif segar dan unik.
Nada satir yang konsisten: Kritik disampaikan dengan humor getir yang menggigit, membuat pesan moral lebih terasa.
Kedekatan dengan pembaca lokal: Pemakaian istilah keseharian menciptakan rasa akrab dan kontekstual, sehingga satire lebih mudah diterima oleh pembaca lokal.
Kedalaman refleksi sosial: Meskipun sederhana, prosa ini mengajak pembaca memikirkan hubungan antara birokrasi yang korup dan perilaku kolektif rakyat.
Kelemahan
Imaji absurd berisiko kabur: Pembaca awam mungkin kesulitan menangkap pesan politik yang mendasari kata-kata sehari-hari.
Minim eksplorasi emosional: Penderitaan pegawai negeri dan rakyat lebih banyak dijadikan bahan sindiran daripada dieksplorasi secara mendalam.
Tidak ada alur naratif yang menuntun: Prosa lebih menyerupai potongan kritik daripada kisah yang utuh, sehingga pembaca dapat kehilangan arah atau konteks penuh dari pesan yang ingin disampaikan.
Penilaian Keseluruhan
Sebagai karya satir kontemporer dari Lampung, tulisan ini menegaskan posisi Muhammad Alfariezie sebagai pengarang yang berani mengeksplorasi bahasa metaforis untuk kritik sosial-politik. “Negeri yang Rusak karena Aki dan Komputer” memperlihatkan bagaimana absurditas keseharian dapat menjadi simbol kerusakan struktural negara. Karya ini mampu menghadirkan refleksi serius melalui humor getir, sekaligus mengajak pembaca memahami hubungan antara birokrasi yang buruk dan tanggung jawab kolektif warga dalam demokrasi. Meskipun masih menyisakan ruang untuk pendalaman emosi dan penguatan naratif, karya ini berhasil menjadi cermin jenaka sekaligus getir tentang realitas demokrasi dan birokrasi di Indonesia.***