SAIBETIK– Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Pringsewu berhasil mengamankan seorang pemuda berinisial GS (22), warga Pekon Ganjaran, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pringsewu, yang diduga melakukan tindak pidana pemerasan dan eksploitasi terhadap seorang remaja berusia 15 tahun. GS, yang dikenal dengan panggilan Gayi, ditangkap pada Kamis, 4 September 2025 sekitar pukul 12.00 WIB di kediamannya.
Saat penangkapan, GS sempat mencoba mengelabui petugas dengan mengaku sebagai orang lain, bahkan berusaha melawan. Namun, polisi yang sudah mengantisipasi kemungkinan tersebut akhirnya berhasil membekuk tersangka dan membawanya ke Mapolres Pringsewu untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Kasat Reskrim Polres Pringsewu, AKP Johannes Erwin Parlindungan Sihombing, menjelaskan kronologi kasus ini. Penangkapan bermula setelah pihak keluarga korban, seorang siswi SMA asal Kabupaten Lampung Tengah, melaporkan adanya tindakan tidak pantas yang dilakukan oleh pacarnya. Pelaku diduga memanfaatkan hubungan asmara untuk melakukan perbuatan asusila, kemudian merekam aksi tersebut melalui ponselnya. Rekaman itu kemudian digunakan sebagai alat untuk mengancam korban agar terus menuruti keinginannya.
“Kasus ini baru terungkap setelah keluarga mengetahui adanya video yang tersebar. Setelah dilakukan klarifikasi, korban akhirnya berani menceritakan peristiwa yang dialami dan melapor ke polisi. Dari laporan itu, kami langsung bergerak cepat melakukan penyelidikan hingga berhasil mengamankan pelaku,” ujar AKP Johannes pada Sabtu, 6 September 2025, mewakili Kapolres Pringsewu AKBP M. Yunnus Saputra.
Dalam proses penyelidikan, polisi menyita sejumlah barang bukti yang mendukung kasus ini, termasuk pakaian korban, kain sprei, serta sepeda motor milik GS. Barang bukti tersebut akan digunakan sebagai dasar untuk proses hukum lebih lanjut.
GS kini resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di rumah tahanan Polres Pringsewu. Polisi menjeratnya dengan pasal 76D Jo Pasal 81 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Kasus ini menjadi perhatian penting bagi masyarakat, khususnya orang tua dan pihak sekolah, untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan, baik fisik maupun nonfisik. Polisi menghimbau agar masyarakat berperan aktif melaporkan apabila menemukan perilaku mencurigakan atau indikasi eksploitasi terhadap anak.
Kejadian ini juga menyoroti pentingnya edukasi tentang bahaya penyalahgunaan media digital dan tanggung jawab moral dalam hubungan asmara remaja. Aparat kepolisian menekankan perlunya sinergi antara keluarga, sekolah, dan aparat hukum untuk menciptakan lingkungan aman bagi anak-anak dan remaja.***