SAIBETIK – Tragedi kembali mencoreng wajah demokrasi Indonesia setelah seorang kawan Ojol yang turut serta dalam aksi demonstrasi di Jakarta tewas akibat dilindas mobil rantis aparat kepolisian. Peristiwa ini menjadi bukti nyata bahwa praktik kekerasan terhadap warga yang menyuarakan aspirasi masih berlangsung dan menimbulkan duka mendalam bagi masyarakat sipil dan aktivis reformasi.
Bagi Aktivis 98, gugurnya kawan Ojol bukan hanya kehilangan individu, tetapi simbol kegagalan negara dalam melindungi hak-hak konstitusional warga. Aparat yang seharusnya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat justru menjadi instrumen represi yang merampas nyawa warga yang menuntut keadilan dan transparansi.
“Demokrasi sejati memberikan ruang bagi kebebasan berpendapat, berkumpul, dan menuntut hak. Hari ini, yang kita saksikan adalah kebalikan dari itu: kekerasan, intimidasi, dan hilangnya nyawa. Gugurnya kawan Ojol adalah tamparan keras bagi bangsa ini,” tegas Aktivis 98 dalam pernyataan resmi mereka, Kamis (28/8/2025).
Aktivis 98 menegaskan bahwa demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa dan rakyat adalah ekspresi sah dari keresahan publik terhadap kebijakan yang dianggap merugikan rakyat. Mereka menekankan bahwa aksi massa merupakan hak konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945 dan telah menjadi instrumen perubahan sejak era Reformasi.
Dalam pernyataan sikapnya, Aktivis 98 menyampaikan duka mendalam, menuntut pertanggungjawaban aparat, dan menyerukan tindakan tegas terhadap pihak yang melanggar hukum:
1. Turut berduka cita atas gugurnya kawan Ojol, pejuang demokrasi yang meninggal saat memperjuangkan hak rakyat.
2. Menuntut hukuman adil bagi aparat yang terlibat, tanpa adanya impunitas.
3. Mengecam tindakan brutal aparat dalam menghadapi demonstrasi. Kebebasan berpendapat harus dilindungi.
4. Mendesak Presiden segera mencopot Kapolri dan Kapolda Metro Jaya karena gagal mengendalikan aparat sehingga menimbulkan korban jiwa.
5. Aktivis 98 berkomitmen mendampingi semua elemen bangsa untuk memperjuangkan demokrasi dan menolak pembungkaman serta kekerasan negara.
6. Menyerukan penghentian elit politik yang mempertontonkan kesombongan dan mengabaikan penderitaan rakyat.
Kematian kawan Ojol menjadi pengingat keras bahwa demokrasi Indonesia masih terancam. Darahnya tidak akan sia-sia, melainkan menjadi api perjuangan yang terus menyala demi keadilan dan kebebasan rakyat. Aktivis 98 menekankan bahwa peristiwa ini harus menjadi momentum bagi seluruh elemen masyarakat untuk bersatu menegakkan hak-hak rakyat dan menolak segala bentuk kekerasan negara.
Dalam daftar pernyataan sikap dan dukungan, tercatat lebih dari 90 nama aktivis dari berbagai daerah, termasuk Jakarta, Bandung, Makasar, Bogor, Depok, dan luar negeri, yang menegaskan solidaritas mereka terhadap perjuangan kawan Ojol dan gerakan demokrasi: Ubedillah Badrun (Jakarta), Ray Rangkuti (Jakarta), Surya (Bandung), Danar Dono (Jakarta), Antonius Danar (Jakarta), Kusfiardi (Jogjakarta), Wakil Kamal (Madura), Embay S (Jakarta), Ronald Loblobly (Jakarta), Eko Koting (Jakarta), dan masih banyak lagi dari berbagai kota di Indonesia.
Aktivis 98 menekankan bahwa mereka akan terus mengawasi proses hukum dan menuntut transparansi penuh terhadap investigasi atas kematian kawan Ojol, memastikan keadilan ditegakkan tanpa kompromi. Peristiwa ini diharapkan menjadi momentum nasional untuk refleksi terhadap praktik represif aparat dan upaya perbaikan demokrasi di Indonesia, agar setiap warga negara dapat menyuarakan aspirasi tanpa rasa takut kehilangan nyawa.***










