SAIBETIK – Puan Maharani, Ketua DPR RI sekaligus politisi senior PDI Perjuangan, menjadi sorotan usai langkah politiknya yang memilih Raden Muhammad Djausal (RMD) sebagai sosok yang didukung dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Lampung. Keputusan ini dianggap sebagai titik balik yang sarat pertimbangan strategis, baik dari sisi internal partai maupun peta kekuatan politik nasional.
RMD, yang selama ini dikenal sebagai figur yang dekat dengan akar rumput, dipandang Puan sebagai tokoh yang mampu membawa energi baru bagi Lampung. Dengan gaya kepemimpinan yang santun namun tegas, ia diyakini bisa menandingi dominasi petahana maupun figur-figur lama yang dianggap sudah kehilangan daya tarik di mata masyarakat. Puan menilai, Lampung sebagai salah satu provinsi strategis di Sumatera membutuhkan pemimpin yang tak hanya populer, tetapi juga bisa menjawab kebutuhan pembangunan ekonomi, infrastruktur, serta peningkatan kualitas hidup rakyat.
Langkah Puan ini tidak lepas dari kalkulasi politik yang matang. Sebagai figur kunci dalam PDIP, ia melihat dukungan kepada RMD sebagai upaya memperluas pengaruh partai sekaligus menguatkan basis elektoral di wilayah Sumatera. Pilihan ini juga dinilai sebagai pesan bahwa PDIP ingin menampilkan wajah baru dalam kontestasi politik, bukan sekadar mengulang pola lama dengan mengandalkan nama-nama mapan.
Di sisi lain, keputusan ini juga mengundang dinamika internal. Ada kalangan yang semula berharap Puan akan mengusung figur lain yang dianggap lebih berpengalaman di panggung politik lokal. Namun, Puan justru melihat bahwa keberanian mengambil risiko dengan mendukung RMD adalah langkah progresif. Ia meyakini, pemilih Lampung hari ini jauh lebih rasional, haus akan perubahan, dan cenderung memilih pemimpin yang menawarkan harapan baru.
Selain faktor elektabilitas, RMD juga dianggap memiliki kedekatan emosional dengan masyarakat. Rekam jejaknya yang konsisten membangun hubungan dengan komunitas lokal, petani, pelaku UMKM, hingga kalangan muda menjadi alasan kuat mengapa Puan memberikan restu politik. Lebih dari itu, dukungan terhadap RMD juga dipandang sebagai bagian dari strategi besar Puan untuk menunjukkan kapasitasnya sebagai king maker dalam politik nasional, sebuah posisi penting bagi dirinya menjelang kontestasi politik ke depan.
Dengan langkah ini, Puan tidak hanya menegaskan perannya sebagai pengambil keputusan penting di PDIP, tetapi juga sebagai sosok yang berani keluar dari zona nyaman politik. Pilihan mendukung RMD bisa menjadi taruhan besar, namun sekaligus membuka peluang lahirnya konfigurasi baru di panggung politik Lampung. Keputusan ini pun kini menjadi bahan diskusi publik, apakah akan terbukti jitu membawa kemenangan atau justru menimbulkan kejutan lain di kemudian hari.
Apapun hasilnya, keputusan Puan Maharani memilih RMD dalam Pilgub Lampung akan tercatat sebagai salah satu momen krusial dalam perjalanan politik Lampung, sekaligus cermin bagaimana strategi politik nasional turut membentuk arah kontestasi di daerah.***