SAIBETIK– Praktik door to door yang dilakukan aparatur kecamatan dan kelurahan untuk mengumpulkan data siswa di sekolah-sekolah di Bandar Lampung menimbulkan perdebatan dan kekhawatiran di kalangan kepala SMA dan SMK. Peristiwa ini terjadi pada Senin, 11 Agustus 2025, ketika sejumlah camat dan lurah mendatangi sekolah-sekolah secara langsung.
Camat Sukarame Zolahuddin menjelaskan bahwa kehadiran pihaknya ke sekolah-sekolah bertujuan untuk mencari data siswa terkait sosialisasi Sekolah Siger, sebuah SMA swasta yang masih berstatus ilegal, serta sosialisasi program kuliah gratis. Menurut Zolahuddin, cara ini dipilih karena Ketua RT di wilayahnya sering mengaku tidak memiliki data lengkap warganya. “Sekolah mana ya itu? Iya kita mencari data untuk sosialisasi sekolah Siger dan beasiswa kuliah, karena kadang diminta ke RT tapi alasannya enggak ada, jadi kita turun langsung agar tidak ada miskomunikasi,” ujarnya pada Rabu, 13 Agustus 2025.
Namun, Camat Enggal M. Supriyadi memiliki penjelasan berbeda. Ia menegaskan bahwa kegiatan door to door yang dilakukan aparat di wilayahnya tidak ada hubungannya dengan Sekolah Siger. Menurutnya, tujuan utamanya adalah untuk mendata siswa yang berhak menerima Program Indonesia Pintar (PIP). “Cuma untuk mencari data mana siswa yang bisa dapat PIP dan mana yang tidak. Itu saya ke sana karena memang saya kenal dengan kepala sekolahnya, kalau tidak ya saya enggak berani juga lah. Enggak cuma swasta, yang negeri juga saya datangi,” jelas Supriyadi, Kamis, 14 Agustus 2025.
Supriyadi juga menegaskan bahwa kehadirannya ke sekolah-sekolah dilakukan atas inisiatif sendiri, bukan atas perintah Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana atau Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung. “Ya itu inisiatif kita sendiri, enggak ada, enggak ada perintah dari mana-mana,” katanya. Sementara itu, Zolahuddin menegaskan bahwa pihaknya turun langsung karena banyak Ketua RT yang mengaku tidak memiliki data warga kurang mampu, sehingga harus mencari langsung di sekolah-sekolah.
Praktisi pendidikan M. Arief Mulyadin menilai gerakan door to door ini janggal dan membingungkan. Menurutnya, jika pencarian data tidak terkait Sekolah Siger, seharusnya aparat cukup mendata siswa di lingkungan masing-masing, bukan langsung ke sekolah. “Kalau emang enggak ada komando, ya masak gerakannya kayak serentak gitu, pas di hari yang sama. Ini kawan-kawan saya yang kepala sekolah, yang didatangi, sekolahnya dekat dengan sekolah ilegal itu,” terangnya. Arief menambahkan bahwa pencarian data ke sekolah dianggap fatal karena tidak semua peserta didik merupakan warga setempat.
Kepala sekolah yang didatangi pun menyatakan kekhawatiran mereka. Banyak kepala SMA/SMK merasa gerakan ini sistematis dan berpotensi digunakan untuk membujuk siswa pindah ke Sekolah Siger dengan iming-iming beasiswa dan gratis, padahal status sekolah tersebut masih ilegal dan belum memiliki pengesahan DPRD. Hal ini menimbulkan keresahan di kalangan wali murid dan pengurus yayasan.
Kasus ini akhirnya sampai ke Kepala Bidang Pembinaan SMK Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, Sunardi. Ia menilai gerakan door to door tersebut bermasalah karena tidak berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi Lampung sebagai otoritas yang menangani jenjang SMA/SMK. “Bisa jadi memang anak yang tidak mampu akan diiming-imingi beasiswa dari Pemkot tapi sekolahnya di Siger,” ujarnya. Sunardi menekankan agar pihak sekolah tidak memberikan data siswa kepada camat, lurah, atau aparat lain tanpa surat resmi dari pemerintah. “Nah itu yang harus kita cermati. Saya sarankan kalau tidak ada surat resmi, data jangan diberikan. Selama ini tidak ada koordinasi dengan dinas provinsi,” jelasnya pada Selasa, 12 Agustus 2025.***