SAIBETIK – Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal (RMD), yang juga Ketua DPD Gerindra Lampung, didesak untuk segera menghentikan kebijakan yang disebut merugikan dunia pendidikan menengah atas dan sederajat di Kota Bandar Lampung. Desakan ini datang dari praktisi pendidikan Arief Mulyadin, yang menilai RMD seakan memberi ruang bagi Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana dalam melangkah di luar batas kewenangan pendidikan.
Arief menilai Eva, yang dijuluki sebagian pihak sebagai The Killer Policy, telah menyalahi aturan dengan tidak menyerahkan izin administratif kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung. Lebih jauh lagi, Eva disebut tidak berkoordinasi dengan dinas tersebut, namun justru menggerakkan aparatur kecamatan untuk melakukan pendataan siswa SMA/SMK swasta secara door to door.
“Seharusnya RMD bisa menghentikan praktik yang melanggar ini. Apalagi komunikasi harusnya lebih mudah karena Gerindra juga partai pengusung Eva. Posisi gubernur punya kewenangan penuh terhadap SMA dan SMK, sementara Eva hanya wali kota,” kata Arief pada Rabu, 13 Agustus 2025.
Pengakuan dari Camat Sukarame menguatkan dugaan tersebut, bahwa pihaknya memang mendatangi sekolah untuk mencari data siswa demi sosialisasi sekolah Siger dan program beasiswa kuliah. Bahkan di wilayah Enggal dan sekitarnya, kepala sekolah mengaku sampai camat langsung datang untuk mengambil data.
Menurut Arief, langkah ini melanggar beberapa aturan, antara lain:
1. Permendikbudristek RI Nomor 36 Tahun 2014
2. Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2001
3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 66 Tahun 2010
4. Permendikdasmen Nomor 1 Tahun 2025
Sejak Senin, 11 Agustus 2025, kepala SMA/SMK di Bandar Lampung merasa resah karena adanya permintaan data siswa secara by name dan by address, yang diklaim untuk program PIP (Program Indonesia Pintar). Arief menegaskan bahwa PIP adalah program dari pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bukan kewenangan pemerintah kota. Bahkan sekolah swasta pun berhak mengajukan PIP bagi siswanya tanpa harus melalui Pemkot.
Arief menduga pendataan ini hanyalah dalih untuk menarik siswa dari sekolah swasta agar pindah ke sekolah Siger. Dugaan ini didukung oleh pernyataan Sunardi, Kepala Bidang Pembinaan SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, yang mengingatkan sekolah swasta agar tidak memberikan data siswa kepada pihak yang tidak berwenang.
“Kalau tidak ada surat resmi, jangan berikan data. Selama ini tidak ada koordinasi dari Pemkot dengan dinas provinsi,” ujar Sunardi, Selasa, 12 Agustus 2025.
Kasus ini menyoroti pentingnya koordinasi dan kepatuhan terhadap aturan dalam penyelenggaraan pendidikan menengah, serta perlunya langkah tegas dari pemangku kebijakan agar hak siswa dan integritas dunia pendidikan tetap terjaga.***