SAIBETIK— Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan persoalan serius terkait penguasaan lahan berskema Hak Guna Usaha (HGU) oleh korporasi di Provinsi Lampung. Dalam kunjungan kerjanya, Selasa (29/7/2025), Nusron menegaskan banyaknya keluhan dari bupati hingga gubernur terkait masyarakat yang tak bisa mengakses lahan karena sudah dikuasai pihak perusahaan.
“Lampung ini penduduknya padat, tapi lahannya yang luas dikuasai korporasi. Tadi bupati dan gubernur meminta agar pengelolaan tanah HGU ditata ulang supaya bisa memberi manfaat bagi masyarakat dan negara,” ujar Nusron di Balai Keratun usai Rapat Koordinasi bersama kepala daerah se-Lampung.
Sayangnya, pemerintah pusat terbentur kendala anggaran untuk melakukan pengukuran ulang terhadap dugaan pelanggaran pengelolaan tanah HGU oleh korporasi. Menurut Nusron, audit agraria semacam itu tak bisa dibebankan sepenuhnya pada APBN.
“Kalau hanya DPR RI yang jadi pemohon, otomatis harus pakai APBN. Tapi kita perlu cek dulu, apakah dananya tersedia,” jelasnya saat menjawab pertanyaan soal audit terhadap PT SGC.
Ia menambahkan, bila pengukuran ulang terus-menerus menggunakan APBN tanpa partisipasi pihak swasta, maka akan menimbulkan efek domino: korporasi enggan lagi membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) maupun kewajiban lainnya.
“Nanti semua perusahaan enggan membayar tabung dan PNBP karena merasa bisa dibayari negara. Lama-lama duit APBN habis hanya buat ukur-ukur tanah,” sindir Nusron.
Dirinya menegaskan, pengukuran ulang HGU milik perusahaan tidak bisa dibiayai lewat skema Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), sebab program tersebut difokuskan untuk kepentingan masyarakat, bukan korporasi.
Persoalan ini menambah panjang daftar tantangan reforma agraria di Indonesia, terutama di provinsi-provinsi dengan dominasi lahan yang tak merata pengelolaannya.***