SAIBETIK— Polemik pendirian Sekolah Siger gagasan Pemkot Bandar Lampung semakin ramai diperbincangkan. Bukan hanya masyarakat yang mempertanyakan legalitas dan sumber dana sekolah tersebut, bahkan pimpinan DPRD Kota Bandar Lampung pun mengaku belum mengetahui secara jelas keberadaan dan status lembaga pendidikan tersebut.
Wakil Ketua DPRD Kota Bandar Lampung, Wiyadi, menyampaikan bahwa hingga saat ini pihak legislatif belum menerima informasi resmi dari pemerintah kota terkait bentuk kelembagaan, legalitas yayasan, hingga skema pendanaan sekolah yang sudah memiliki tiga cabang tersebut.
“Kita juga belum tahu ini bentuknya seperti apa. Sekurang-kurangnya, harus jelas yayasannya apa dan dibiayai dari mana. Sampai hari ini belum ada komunikasi dengan DPRD,” ujar Wiyadi, Sabtu (26 Juli 2025).
Kritik tajam DPRD disampaikan saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Sekolah Siger 3 yang berada di kawasan Gunung Sulah, Way Halim. Dari hasil kunjungan itu, ditemukan bahwa proses belajar-mengajar belum berjalan, meskipun pendaftaran siswa telah dibuka dan sejumlah orang tua telah mendaftarkan anaknya.
“Belum ada kegiatan KBM. Ini mengindikasikan bahwa operasional sekolah belum siap, bahkan bisa dikatakan belum legal,” tambahnya.
Dari klarifikasi sementara yang diperoleh DPRD, pihak Dinas Pendidikan Kota mengklaim bahwa sekolah tersebut masih menunggu proses perizinan dari AHU Kemenkumham, dan baru bisa memulai KBM setelah izin tersebut terbit.
Namun bagi DPRD, hal ini tidak bisa menjadi alasan untuk membiarkan sekolah berjalan tanpa kejelasan hukum. Wiyadi menegaskan, jika sekolah tetap dipaksakan beroperasi tanpa legalitas yang sah, hal itu bisa merugikan siswa, orang tua, dan mencederai tata kelola pendidikan daerah.
“Kita khawatir ini menimbulkan preseden buruk. Jangan sampai ini jadi contoh bahwa lembaga pendidikan bisa berdiri tanpa prosedur yang jelas,” tegasnya.
DPRD berencana memanggil pihak-pihak terkait, termasuk Dinas Pendidikan dan perwakilan Pemkot, untuk mengusut tuntas apakah pendirian sekolah tersebut melibatkan dana APBD, fasilitas publik, atau potensi pelanggaran administrasi lainnya.
Kasus ini mengundang pertanyaan besar: Apakah ada celah hukum yang dimanfaatkan? Apakah transparansi anggaran diabaikan demi proyek politis? DPRD memastikan akan mengawal persoalan ini hingga tuntas, agar praktik serupa tak kembali terulang di masa depan.***