SAIBETIK— Polemik seputar klaim gelar adat “Sutan Raja Diraja Lampung” oleh Ike Edwin memantik respons keras dari tokoh adat Kepaksian Pernong. Rus An Gelar Khadin Demang Penujuk Khalis, salah satu Jamma Balak ni Sai Batin, angkat bicara dengan nada tegas dan penuh keprihatinan.
Menurutnya, adat istiadat Lampung bukan ruang bebas tafsir, apalagi alat pencitraan pribadi. Ia menyayangkan klaim gelar tanpa landasan yang sahih dan penggunaan nama Lamban Gedung Kuning—yang sakral dalam struktur adat Sai Batin—untuk kepentingan pribadi.
“Adat Lampung bukan properti individu. Ia punya aturan, tata cara, dan kehormatan yang dijaga sejak zaman nenek moyang,” tegas Khadin Demang.
Lebih lanjut, ia menilai bahwa tindakan seperti ini berpotensi merusak pemahaman generasi muda terhadap esensi adat. Gelar dalam adat Lampung, kata dia, tidak diberikan karena ambisi, tapi karena jasa dan legitimasi yang diakui dalam struktur adat.
“Adat itu menempatkan, bukan meninggikan. Ia mendudukkan seseorang bukan karena strategi, tapi karena pengabdian,” tambahnya.
Khadin Demang menilai bahwa jika penyimpangan ini terus dibiarkan, maka masyarakat akan keliru memahami adat sebagai sesuatu yang bisa diklaim dan dikonstruksi semaunya.
“Bayangkan kalau semua orang bisa menciptakan gelarnya sendiri, menyebut rumahnya sebagai istana adat, lalu mengajarkan itu ke anak-anak. Maka tamatlah adat kita,” ujarnya prihatin.
Sebagai penutup, ia mengajak seluruh masyarakat adat Lampung—baik Saibatin maupun Pepadun—untuk kembali ke nilai-nilai dasar: kejujuran, penghormatan terhadap tata adat, dan tanggung jawab menjaga marwah warisan leluhur.
“Adat adalah pelita zaman. Jika kita palsukan hari ini, yang tersisa besok hanyalah simbol tanpa jiwa. Jangan wariskan kebingungan, wariskan kehormatan.”***