SAIBETIK— Nasib sekolah swasta di Bandar Lampung kian mengkhawatirkan. Perlahan tapi pasti, keberadaan mereka terdorong ke tepi jurang oleh sistem yang tak berpihak. Seolah hanya menunggu waktu sebelum terjerembab—seperti seekor burung yang digerogoti di ujung paruhnya sendiri.
Kondisi ini diperparah oleh pembiaran Dinas Pendidikan yang tampak tutup mata terhadap praktik penerimaan siswa baru yang tak terkendali di SMA/SMK Negeri. Berdasarkan rekapitulasi data penerimaan peserta didik baru tahun ajaran 2025/2026, sejumlah sekolah negeri telah melampaui daya tampung wajar.
SMK Negeri 4 menerima 864 siswa baru, yang berarti membutuhkan 24 ruang kelas jika mengacu pada standar nasional 36 siswa per kelas. SMK Negeri 2 menerima 720 siswa, setara dengan 20 ruang kelas. Sementara itu, SMA Negeri 17 dengan kapasitas ideal 45 siswa, justru nekat menampung 237 siswa baru—angka yang tak hanya janggal, tapi juga menyalahi batas kewajaran.
Di mana pengawasan Dinas Pendidikan Provinsi? Apakah ini kelalaian atau pembiaran yang disengaja?
RDP yang Sunyi dan Legislator yang Menghilang
Kondisi darurat ini sejatinya telah disuarakan puluhan kepala SMA/SMK swasta dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi V DPRD Provinsi Lampung pada 7 Juli 2025 lalu. Namun sayangnya, hingga artikel ini ditulis, belum ada kepastian tindak lanjut. Ketika tim redaksi mencoba mengonfirmasi, Ketua Komisi V Yanuar (PDIP) tidak merespons pesan. Anggota lainnya seperti Syukron Muchtar (PKS), Muhammad Junaidi (Demokrat), dan Condrowati (PDIP) juga memilih bungkam.
Apa arti wakil rakyat jika tak lagi menyuarakan keresahan rakyat?
Seorang kepala sekolah swasta bahkan terang-terangan mengaku kecewa karena pernah mendukung Gubernur Rahmat Mirzani Djausal saat kampanye, namun kini dibiarkan berjuang sendiri. Mereka pun meminta pertemuan langsung dengan gubernur maupun Dinas Pendidikan, namun belum mendapat respons berarti.
Sekolah Swasta Terancam Gulung Tikar
Sementara itu, kabar memilukan datang dari sejumlah sekolah swasta:
- Bhakti Utama dikabarkan telah dijual.
- Bina Mulya berada di ambang penutupan.
- SMK Penerbangan Raden Intan mempertimbangkan memindahkan seluruh muridnya.
Jika ini terus dibiarkan, bukan hanya lembaga yang runtuh, tapi ratusan guru—termasuk yang sudah bersertifikasi—akan kehilangan pekerjaan. Lebih dari 100 sekolah swasta di Bandar Lampung menghadapi ancaman serupa.
Masalah Bertambah: Lahirnya SMA Siger Tanpa Landasan Hukum
Ironisnya, di tengah krisis ini, Pemerintah Kota Bandar Lampung malah membuka SMA Siger 1 hingga 4—yang secara hukum berada di luar kewenangannya, karena pendidikan menengah adalah urusan Pemerintah Provinsi.
Masalahnya tak berhenti di situ. Hingga kini, SMA Siger belum memiliki:
- Kepala sekolah
- Gedung dan fasilitas belajar mengajar
- Kejelasan legalitas yayasan pengelola
Bahkan pejabat Dinas Pendidikan Provinsi maupun Kota belum mengetahui siapa pengurus yayasannya. Ini ibarat sekolah bayangan yang sudah menerima siswa, tapi belum punya bentuk.
Jurnalisme Harus Bicara, Saat Pemerintah Diam
Ketika suara rakyat terabaikan, dan sistem pendidikan terombang-ambing oleh kebijakan yang tak berpijak pada regulasi, maka jurnalisme harus bicara.
Sebab yang dipertaruhkan bukan hanya angka dan data, tapi masa depan anak bangsa dan nasib para guru.***