SAIBETIK— Di sebuah sudut Kampung Sawah Brebes, Tanjungkarang Timur, aroma kedelai hangat menyeruak dari dalam sebuah bangunan sederhana yang tak pernah sepi dari aktivitas. Di sanalah Sutikno, pengrajin tempe yang telah menekuni usahanya selama lebih dari dua dekade, kini bersiap mengambil peran dalam program besar: makan bergizi gratis bagi masyarakat Kota Bandar Lampung.
“Siap dan sangat siap! Kalau diminta, kami bisa tambah produksi dan tenaga kerja,” tegas Sutikno ketika dijumpai di pabriknya, Tempe Sehat Sutikno, Selasa siang.
Pabrik milik Sutikno, yang sudah menjalani pembinaan dari Dinas Perindustrian Kota Bandar Lampung, memproduksi rata-rata 150 kilogram tempe per hari, dengan keuntungan bersih mencapai 30 persen. Bukan hanya sehat dan higienis, tempe yang diproduksi juga menjadi alternatif bergizi dan ekonomis bagi pelajar serta masyarakat.
“Tempe itu bukan cuma lauk sehat, tapi juga sumber ekonomi rakyat. Kami ingin tempe kami jadi bagian dari program makan gratis, karena ini bisa berdampak luas — gizi anak terpenuhi, ekonomi pengrajin hidup,” katanya.
Proses produksi tempe di pabrik ini memakan waktu empat hari, mulai dari perebusan kedelai, pencucian, peragian, hingga fermentasi. Sutikno juga memastikan bahwa tak ada bahan tambahan seperti garam atau penyedap, agar fermentasi berlangsung alami dan aman untuk dikonsumsi.
Menariknya, ketika tim redaksi Djadin Media Grup berkunjung, pabrik ini juga menjadi tempat belajar dan beraktivitas bagi anak-anak sekolah di masa liburan. Mereka bukan hanya membantu membungkus kedelai, tapi juga belajar proses produksi tempe — sekaligus menambah uang jajan.
“Itu ponakan-ponakan saya. Kalau libur suka ke sini bantuin bungkus kedelai. Dari pada main enggak jelas, mending belajar dan dapat uang jajan,” ungkap Sutikno sambil tersenyum.
Kini, dengan komitmen pemerintah pusat melalui program makan bergizi gratis ala Prabowo-Gibran, Tempe Sehat Sutikno tak sekadar menjual tempe. Ia menjual nilai, pengalaman, dan kontribusi nyata bagi ketahanan pangan lokal.
“Kami siap jadi bagian dari perubahan. Karena tempe bukan cuma soal makan, tapi soal harapan,” tutupnya.***