SAIBETIK— Platform digital, yang selama ini dikenal sebagai tempat jual-beli barang legal, kini disusupi praktik berbahaya: penjualan amunisi ilegal. Modusnya begitu rapi dan nyaris tak terdeteksi—peluru berbagai kaliber dijual seolah mur, baut, bahkan kunci pas.
Polda Lampung berhasil mengungkap praktik terselubung ini usai melakukan pengembangan dari kasus industri rumahan senjata api rakitan di Bandarlampung. Kapolda Lampung, Irjen Pol Helmy Santika, menjelaskan bahwa pelaku membeli amunisi secara daring melalui akun yang mencantumkan deskripsi mencurigakan.
“Secara visual terlihat seperti alat teknik biasa. Tapi ada deskripsi seperti ‘kaliber 5,56 mm’ yang menjadi sandi bagi para pembeli,” ujar Helmy dalam konferensi pers, Kamis (26/6/2025).
Teknologi Dilawan dengan Teknologi: Jejak Digital Jadi Bukti
Dengan sigap, Tim Cyber Crime Polda Lampung melakukan pelacakan digital. Hasilnya, satu tersangka berinisial A dibekuk di Purbalingga, Jawa Tengah. Ia diduga sebagai bagian dari jaringan pemasok amunisi ilegal lintas provinsi.
Dua pelaku lain, RS dan RK, turut ditangkap. RK diketahui menjadi otak perakitan senjata api ilegal yang sudah beroperasi sejak 2023 dan menjual hasilnya ke berbagai daerah secara diam-diam.
Temuan Mencengangkan: Ribuan Amunisi Disita
Dalam penggerebekan di sejumlah titik, polisi menemukan:
- 8.353 butir peluru berbagai kaliber (5,56 mm, 7,62 mm, 9 mm, dan .38 special)
- 1.044 selongsong peluru siap pakai
- 4 pucuk senjata api rakitan
- Mesin las, bor, dan peralatan lain untuk modifikasi senjata
- Komponen senjata seperti silencer, teleskop, dan silinder revolver
- Bukti digital: ponsel dan satu unit mobil
Kapolda menyatakan bahwa temuan ini bukan sekadar kasus perdagangan senjata, tetapi ancaman nyata bagi ketertiban umum.
“Peredaran amunisi ilegal lewat jalur digital sangat berpotensi dimanfaatkan untuk aksi kejahatan, seperti curas bersenjata. Ini sangat berbahaya,” tegas Helmy.
Peringatan Serius untuk Dunia Digital
Polda Lampung menyerukan agar platform digital tak lagi lengah. Sistem keamanan harus mampu menyaring produk mencurigakan, terutama yang mengandung unsur penyamaran seperti ini.
“Kami harap pemilik platform digital tidak sekadar menyediakan ruang jual-beli, tapi juga bertanggung jawab atas konten yang ditayangkan,” pungkas Kapolda.
Kasus ini jadi cermin betapa kejahatan telah bermigrasi ke dunia maya. Pengawasan siber bukan lagi opsi, melainkan keharusan.***