SAIBETIK- Jagung dipanen, integritas ditanam. Pemerintah Kabupaten Tanggamus tak sekadar merayakan panen raya, tapi juga memanen kepercayaan publik lewat program “Jaksa Ikut Menanam”, inisiatif kreatif dari Kejaksaan Negeri Tanggamus yang menyatukan hukum, pangan, dan pemberdayaan desa dalam satu barisan.
Disaksikan langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung, Danang Surya Wibowo, S.H., LLM., dan Kajari Tanggamus, Dr. Adi Fakhruddin, S.H., M.H., M.A., acara panen raya ini menjadi panggung kolaborasi luar biasa antara aparat penegak hukum, petani, dan pemerintah daerah. Tak hanya seremonial, panen ini adalah hasil nyata dari penanaman jagung di lahan satu hektare sejak Februari lalu.
Bupati Tanggamus menyambut dengan bangga dan menyampaikan apresiasi atas perhatian Kejati Lampung, seraya menyebut keberhasilan panen ini sebagai bukti sinergi semua pihak dalam mendukung swasembada pangan dan program strategis nasional.
Dari Jagung ke Jaga Desa
Lebih dari sekadar hasil tani, momen ini juga digunakan untuk memperkuat tata kelola keuangan desa. Pemerintah Kabupaten Tanggamus dan Kejaksaan Negeri menandatangani Nota Kesepakatan Bersama (MoU) tentang pengawalan Dana Desa berbasis aplikasi real-time “Jaga Desa”.
Langkah ini dilengkapi dengan penandatanganan Pakta Integritas oleh seluruh Kepala Pekon, sebagai komitmen bersama untuk memastikan Dana Desa dikelola secara bersih, transparan, dan bertanggung jawab.
“Kejaksaan tak hanya hadir di ruang sidang, tapi juga di ladang. Kita kawal pangan dan dana publik dengan semangat gotong royong dan integritas,” kata Kajari Tanggamus.
Swasembada Tak Bisa Sendiri
Dengan dukungan distribusi hasil panen melalui BUMDes dan BULOG, program ini juga memperkuat roda ekonomi desa. Kolaborasi antar-Forkopimda, petani, dan perangkat desa membentuk ekosistem pembangunan berbasis nilai kejujuran dan kemandirian.
Pantun penutup dari Bupati pun mengundang senyum: “Buah duku buah markisa,
Dimakan enak di beranda.
Panen dulu bareng jaksa,
Swasembada pangan jadi terjaga.”
Tanggamus tak hanya menanam jagung—tapi juga harapan, kepercayaan, dan masa depan yang lebih mandiri untuk desa-desa di seluruh penjuru kabupaten.***