SAIBETIK – Perubahan kebijakan dalam sistem Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025 di Provinsi Lampung memicu polemik. Hal ini dipicu oleh pengalihan prioritas pada jalur domisili yang kini lebih menitikberatkan pada nilai akademik, bukan lagi jarak rumah ke sekolah.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, Thomas Amirico, menegaskan bahwa sistem baru ini sesuai dengan Permendikdasmen No. 3 Tahun 2025 yang berlaku secara nasional. Ia merespons keluhan masyarakat terkait ketidakadilan, terutama kasus di SMAN 2 Bandar Lampung, di mana siswa yang tinggal hanya 50 meter dari sekolah tidak diterima, sementara yang berdomisili 2 kilometer justru lolos seleksi.
“Kami paham kekecewaan masyarakat. Tapi perubahan ini merupakan kebijakan nasional untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan menghindari praktik manipulasi data domisili,” ujar Thomas, Kamis (19/6/2025).
Menurutnya, kebijakan ini memang mengubah paradigma lama sistem zonasi. Jika sebelumnya jarak menjadi penentu utama, kini nilai rapor siswa semester 1–5 menjadi prioritas dalam jalur domisili SMA, disusul Indeks Sekolah, kemudian jarak tempat tinggal, usia calon murid, dan terakhir waktu pendaftaran.
“Langkah ini diambil karena banyak kasus pemalsuan data domisili yang mencederai keadilan. Sistem ini justru ingin membuka akses bagi siswa berprestasi di wilayah terluar,” tambahnya.
Formulasi Seleksi SPMB 2025:
1. Jalur Prestasi SMA:
- Prioritas: Nilai akademik (rapor & indeks sekolah).
- Jika kuota penuh: Pertimbangan jarak rumah ke sekolah.
2. Jalur Domisili SMA:
- Urutan seleksi:
- Nilai akademik (rerata transkrip nilai).
- Jarak rumah ke sekolah.
- Usia calon murid.
3. Jalur Afirmasi:
- Prioritas:
- Murid dari keluarga tidak mampu (≥25%)
- Penyandang disabilitas (maks. 5%)
- Seleksi berdasarkan jarak terdekat.
4. Jalur Mutasi:
- Khusus bagi anak ASN/guru/orang tua pindah tugas.
- Syarat: Surat tugas dan surat pindah domisili maksimal 1 tahun sebelum pendaftaran.
Tujuan Kebijakan Baru:
Thomas menjelaskan bahwa kebijakan ini hadir untuk menjawab tantangan dan persoalan yang selama ini muncul dalam PPDB sebelumnya, termasuk kecurangan domisili dan stigma sekolah favorit.
“Tujuan utamanya adalah pemerataan kualitas pendidikan dan mendobrak kasta sekolah favorit. Semua sekolah harus menjadi tempat yang layak untuk tumbuh dan berkembang,” tegas Thomas.
Ia juga menyatakan siap membawa masukan dan keluhan masyarakat langsung ke Kementerian Pendidikan, guna memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya adil secara sistem, tetapi juga terasa adil secara sosial.
“Kami tidak akan tinggal diam. Semua masukan masyarakat akan kami sampaikan untuk evaluasi bersama,” tutupnya.***