SAIBETIK — Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (LSM GMBI) Distrik Kota Bandar Lampung secara resmi menyampaikan pernyataan sikap kepada Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Senin (25/5/2025), mendesak agar aparat segera mengusut dan menangkap para pelaku kejahatan lingkungan yang terjadi di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung, Teluk Betung Barat.
Langkah ini merupakan kelanjutan dari rencana aksi moral yang semula akan digelar pada 14 Mei 2025, namun dibatalkan karena situasi keamanan di Jabodetabek yang saat itu memanas akibat operasi penertiban terhadap ormas ilegal.
“Kami memutuskan untuk menyampaikan dukungan moral dan pernyataan sikap secara tertulis demi mendorong Kementerian Lingkungan Hidup mengambil tindakan hukum yang tegas,” ujar Imausah, Ketua LSM GMBI Distrik Bandar Lampung.
Dalam pernyataan sikapnya, GMBI menuding bahwa Pemerintah Kota Bandar Lampung telah melakukan “kejahatan lingkungan struktural” dengan membiarkan pencemaran berlangsung selama bertahun-tahun akibat pengelolaan TPA Bakung yang buruk.
Salah satu isu yang disoroti adalah pembuangan air lindi, yaitu limbah cair hasil penguraian sampah, yang langsung dialirkan ke sungai tanpa pengolahan layak. Hal ini telah menimbulkan dampak serius bagi warga sekitar. Bahkan, satu hektare lahan warga berubah menjadi “danau lindi” yang kedalamannya diperkirakan mencapai 15 meter.
“Pada Januari 2025, air berbau busuk dari TPA Bakung sempat menggenangi rumah-rumah warga. Ini sudah bukan sekadar kelalaian, tapi kejahatan lingkungan,” tegas Imausah.
Berdasarkan uji laboratorium, kandungan pH air lindi mencapai 9,25 dan TSS (total suspended solid) sebesar 205 mg/l, jauh melampaui ambang batas aman. Amonia dalam air tersebut pun mencapai 2,28 mg/l, padahal standar aman maksimal hanya 0,2 mg/l. Kandungan ini bersifat toksik dan mematikan bagi biota air.
Tak hanya mencemari air, pengelolaan TPA Bakung dengan sistem open dumping juga memicu penyebaran penyakit akibat lalat, tikus, hingga asap kebakaran. Kebakaran hebat bahkan tercatat beberapa kali terjadi, termasuk yang membakar lebih dari 5 hektare area TPA pada Oktober 2023.
LSM GMBI mendesak agar pengelolaan sampah di TPA Bakung segera dialihkan ke sistem sanitary landfill, serta mendorong pemerintah menyediakan sarana-prasarana pengelolaan sampah dari hulu ke hilir. Mereka juga menuntut keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, dan kompensasi bagi warga terdampak.
“Dalam konteks ini, pengelola TPA Bakung adalah bagian dari sistem pemerintahan—UPTD, Dinas Lingkungan Hidup, hingga Walikota. Semua pihak yang bertanggung jawab harus diusut,” kata Imausah.
LSM GMBI Bandar Lampung menyampaikan tiga tuntutan utama kepada Kementerian Lingkungan Hidup:
- Melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap semua pihak yang terlibat dalam pencemaran lingkungan di TPA Bakung.
- Menetapkan tersangka dalam kasus dugaan kejahatan lingkungan tersebut.
- Menangkap para pelaku lapangan dan aktor intelektual di balik kerusakan lingkungan di Bandar Lampung.
GMBI berharap dukungan moral ini dapat memperkuat langkah hukum yang sedang diproses oleh Kementerian Lingkungan Hidup melalui deputi bidang penegakan hukum.
“Kami percaya bahwa suara masyarakat ini akan menjadi energi positif bagi penegakan hukum lingkungan di Indonesia, khususnya di Lampung,” tutup Imausah.***