SAIBETIK – Kebijakan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal terkait penetapan harga dasar singkong mendapat sambutan positif dari berbagai sektor industri. Hingga saat ini, lebih dari 40 perusahaan pengolahan singkong di Lampung telah sepenuhnya mengikuti Instruksi Gubernur Nomor 2 Tahun 2025, yang mengatur harga dasar singkong sebesar Rp1.350 per kilogram dengan potongan maksimal 30 persen.
Mikdar Ilyas, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD Lampung, mengapresiasi langkah ini sebagai upaya nyata untuk melindungi petani singkong yang selama ini tertekan oleh harga tidak stabil. Meski demikian, ia mencatat masih ada sekitar 3 hingga 4 perusahaan yang belum sepenuhnya menjalankan kebijakan tersebut.
“Kami menyambut baik lebih dari 40 perusahaan yang sudah patuh. Tapi, kami juga terus memantau agar tidak ada yang mengabaikan instruksi ini. Kami ingin memastikan tata niaga singkong berjalan adil dan transparan,” ungkap Mikdar.
Di sisi lain, industri singkong di Lampung juga mendapat dukungan penuh dari Perhimpunan Pengusaha Tepung Tapioka Indonesia (PPTTI). Ketua PPTTI Lampung, Welly Soegiono, memastikan bahwa semua anggota asosiasi mendukung kebijakan gubernur. Meski ada dua pabrik yang tutup sementara karena perawatan, seluruh anggota PPTTI siap berkomitmen menjalankan instruksi.
“Kami sepakat dengan langkah ini. Dengan harga dasar yang jelas, kami berharap industri singkong tetap tumbuh dan petani tidak dirugikan,” jelas Welly.
Namun, Gubernur Rahmat Mirzani Djausal menekankan bahwa penetapan harga dasar ini hanya merupakan bagian dari upaya yang lebih besar. Gubernur berharap pemerintah pusat segera merumuskan larangan dan pembatasan impor (Lartas) singkong dan turunannya, agar industri dalam negeri tidak terganggu oleh arus impor yang lebih murah.
Mikdar Ilyas mengingatkan bahwa kebijakan Lartas merupakan wewenang Kemenko Perekonomian dan mendesak agar keputusan ini segera diambil untuk memastikan keberlanjutan industri singkong di Lampung.
“Lampung adalah penghasil singkong terbesar di Indonesia, tapi petani kita justru yang paling menderita. Kebijakan nasional yang berpihak pada petani dan industri sangat mendesak,” tegas Mikdar.
Lebih dari 40 perusahaan yang mematuhi instruksi gubernur menunjukkan langkah positif menuju sistem tata niaga yang lebih adil. Dari PT Budi Starch & Sweetener Tbk, PT Florindo Makmur, hingga berbagai CV dan pabrik lokal lainnya, semuanya berkomitmen untuk menjalankan kebijakan yang menguntungkan petani.
Dengan adanya sinergi antara pemerintah daerah, industri, dan petani, langkah berikutnya kini berada di tangan pemerintah pusat untuk menetapkan kebijakan yang memperkuat industri singkong Indonesia.***