SAIBETIK – Setelah 66 hari sejak wafatnya Brigadir Satu (Briptu) EA, pihak keluarga mendesak kepolisian untuk melakukan penyidikan ulang. Mereka menduga kematian anggota Polres Way Kanan tersebut bukan akibat bunuh diri, melainkan ada unsur kekerasan yang mengarah pada dugaan pembunuhan.
Kapolres Way Kanan, AKBP Adanan Mangopang, menegaskan bahwa hasil penyelidikan telah disampaikan kepada keluarga korban, termasuk motif dan barang bukti yang menguatkan kesimpulan awal. Namun, atas permintaan keluarga, pihaknya akan melakukan eksumasi pada Senin (17/03/2025).
“Sebelumnya keluarga menolak otopsi dan telah membuat pernyataan resmi. Namun, karena ada permintaan baru dari keluarga, kami akan menindaklanjutinya,” ujar Kapolres.
Briptu EA ditemukan tewas dengan luka di bagian leher di rumahnya di Kampung Negara, Kecamatan Baradatu, Way Kanan, pada 7 Januari 2025. Sang ayah, Alipir (62), mengaku menemukan sejumlah kejanggalan, termasuk lebam di lengan dan punggung korban yang menurutnya tidak sesuai dengan dugaan bunuh diri.
“Saya baru melihat foto luka anak saya setelah enam hari dari kematiannya. Saat itu saya langsung merasa ada yang janggal. Luka di lehernya begitu besar, dan ada lebam di tubuhnya. Saya yakin anak saya dibunuh,” ungkapnya.
Kecurigaan semakin kuat saat keluarga memandikan jenazah dan menemukan tanda-tanda mencurigakan pada tubuh korban, seperti bekas cengkeraman di tangan dan lebam di punggung. Hingga kini, keluarga masih menunggu perkembangan dari penyelidikan yang kini ditangani oleh Polda Lampung.
“Saya hanya ingin keadilan. Kalau anak saya memang dibunuh, siapa pelakunya? Saya orang tidak mampu, tapi saya mohon keadilan,” ujar sang ayah sambil menangis.
Kesaksian dari tetangga korban juga memperkuat dugaan kejanggalan. Saat ditemukan, korban dalam posisi telungkup di kamar mandi dengan ceceran darah dari teras hingga kamar.
“Saya datang karena mendengar istri korban berteriak meminta tolong. Saat tiba, saya melihat darah berceceran dari teras rumah sampai ke kamar mandi,” ujar seorang saksi yang identitasnya dirahasiakan.
Kasus ini terus menjadi sorotan publik, sementara keluarga berharap ada transparansi dan keadilan dalam penyelidikan yang sedang berlangsung.***